Cendol Hu

Cendol Hu
Dahlan Iskan di ruang perawatan pasien Covid-19 di sebuah rumah sakit di Surabaya. Foto: disway.id

Saya ke luar kota hari itu: Kamis minggu lalu.

Rasanya saat itulah saya terpapar Covid-19.

Pagi itu saya olahraga dulu. Di halaman depan Graha Pena. Secara salah: pakai topi dan kaus lengan panjang. (Lain kali saya akan unjuk rasa: olahraga tanpa topi, tanpa baju, dan tanpa celana).

Lalu saya cepat-cepat berangkat ke Takeran, Magetan. Bersama istri dan Kang Sahidin. Sarapannya sambil melaju di jalan tol.

Tiba di Takeran, saya gandeng istri ke makam. Berdua saja.

Di situlah kiai saya, Gus Amik, dimakamkan. Akibat Covid-19.  Sebulan lalu. Persis di sebelah makam ayah saya.

Di dekat situ juga dimakamkan kakak Gus Amik. Yang juga meninggal karena Covid 12 hari kemudian.

Kakak-adik itu adalah cucu 'guru' spiritual ayah saya. Bukan hanya cucunya guru, tapi memang juga sepupu saya. Nenek saya adalah adik kandung sang guru.

Saya memang salah. Saya ke luar kota hari itu: Kamis minggu lalu. Rasanya saat itulah saya terpapar Covid-19.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News