Cerita di Balik Kemiripan Motif Batik Indonesia dan Suku Aborigin Australia
Menurut Maria Carmelia yang bekerja di sana, latar belakang didirikannya museum tersebut adalah karena keprihatinan Hadi Nugroho dan istrinya, Dewi Sukaningsih di tengah "situasi ekonomi buruk".
"Pada masa itu, batik mengalami kesedihan, di tengah situasi ekonomi yang buruk sekali, jadi hampir sama seperti sekarang ketika Covid melanda," ungkap Maria.
"Batik yang tadinya bernilai sangat tinggi menjadi turun karena orang menjadi tega untuk memotong kain batik dan diolah menjadi berbagai macam barang yang lebih lancar komoditasnya."
Akhirnya, pasangan tersebut mengumpulkan koleksi batik yang mereka miliki dan membuka museum yang diresmikan enam tahun setelahnya.
Hingga saat ini, museum yang memiliki beragam koleksi batik dari daerah di Yogyakarta dan sekitaran Jawa tersebut memiliki beberapa kegiatan seperti pameran, pelatihan, dan toko batik.
Di dalam acara Facebook Live ABC Indonesia pekan lalu, Maria memperkenalkan beberapa batik yang tersimpan rapi dalam museum tersebut.
Antara keaslian dan keuangan
Photo: Maria (ujung kanan) melihat batik sebagai gambaran dari budaya yang berkembang. (Supplied: Museum Batik Yogyakarta)
Meski semua koleksinya adalah batik tulis, Maria menyadari bahwa di masa ini, industri batik sudah berkembang pesat sehingga menghasilkan batik cap dan print.
Perjalanan membatik Agus Ismoyo, seniman kelahiran Yogyakarta, menjadi semakin berwarna ketika berkolaborasi dengan suku Aborigin-Australia kurang lebih 30 tahun yang lalu
- Kenalkan Batik Kendil Mas, Chacha Frederica Ungkap Sulitnya dapat Persetujuan Suami
- Akui Belum Move On dari Mantan Istrinya, Ardhito Pramono: Gue Tetap Bisa Berkarya
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis