Cerita Keberhasilan Pulau Bali

Faktor yang tak bisa disangkal adalah laju pertumbuhan wisatawan yang tiba dan pergi dalam keseharian sudah menembus angka lalu lintas yang sangat padat (2,2 juta sepeda motor dan 350,000 mobil meningkat 12,42% setiap tahunnya). Ini menjadi masuk akal jika Bali saat ini menjadi mengerikan.
Cukup jelas pada tahun 2011 kemacetan di Simpang Siur menjadi tidak terkendali dengan wisatawan yang menunggu lebih dari satu jam hanya untuk mencapai tiga hingga empat kilometer dari bandara ke bundaran. Siapa saja yang berniat keluar dari Nusa Dua untuk menghabiskan malam di Potato Head atau Ku De Ta harus berangkat lebih awal agar bisa mendapatkan tempat.
Untungnya pada tahun 2011 seorang kolomnis dan taipan surat kabar, Dahlan Iskan telah ditunjuk menjadi Menteri Negara BUMN. Sifat Dahlan yang “can-do” dengan memutuskan untuk mengatasi lalu lintas mengerikan di Bali menjelang APEC 2013 Leaders Meeting dinilai sangat tepat.
Solusi yang ditawarkan Dahlan adalah jalan tol layang baru sepanjang 12,7 kilometer dari Ngurah Rai ke Nusa Dua dengan proyek bernilai USD 155 juta. Jalan layang ini benar-benar ‘jalan keluar’, yang juga memotong perjalanan saya dari Ubud lebih sejam, bahkan di saat peak travel.
Dahlan mendorong dibangunnya underpass di persimpangan bundaran Simpang Siur untuk memudahkan lalu lintas dari utara dan selatan. Tentu saja ini memudahkan siapa saja yang ingin menuju ke tempat-tempat hang-out yang keren di Seminyak.
Perluasan dan perbaikan bandara yang menghabiskan USD 288.4 juta masih dalam progresnya, dan saya simpan dahulu penilaian saya jika proyek ini akan menuai sukses (atau gagal). Mendarat dan berangkat dari fasilitas bandara yang ada sekarang nantinya akan terlihat seperti bepergian melalui situs bangunan utama saja.
Bagaimanapun, pembangunan yang dikerjakan mengharapkan bandara negara tersibuk ketiga ini akan menggandakan tiga kali lipat kapasitasnya dari 13,5 juta menuju 25 juta penumpang per tahun.
Apa yang terjadi di Bali adalah contoh langka tentang kesamaan tujuan antara para perencana tata kota dan birokrat di level pemerintahan yang berbeda-beda. Kemacetan Bali yang mengerikan dan membuang banyak waktu itu segera ditangani dengan cepat dan efisien. Selamat untuk Pak Dahlan – jika ternyata semua kolomnis perannya bisa begitu efektif.[***]
DULU, awal tahun 2000 ketika saya pertama kali pindah ke Ubud, berkendara dari bandara Ngurah Rai ke tempat dimana berkumpulnya seniman-seniman di
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi