Cermin dari De Soto dan Yunus (1)
Sabtu, 30 Januari 2010 – 04:52 WIB
Hampir satu setengah abad kemudian, mulai terdengar suara bahwa Indonesia harus lepas dari perangkap pangan negara maju dan kapitalisme global. Sebagai negeri agraris, alangkah memalukan jika kita masih impor beras, kedele, gula, pakan ternak dan sebagainya.
Bedanya, Lincoln bertindak. Saat itu, keluarlah Homestead Act pada 1862. Tanah negara per unit seluas 65 hektare dijual kepada petani dengan harga murah. Kini di AS, jumlah petani menyusut jadi 2 persen, tapi masing-masing memiliki sekitar 190-200 hektare per petani.
Ironisnya, di Indonesia, muncul Agrarische Wet pada 1870, cikal-bakal UU Agraria. Bukannya negara memberi tanah kepada rakyat, tetapi tanah rakyat diberikan kepada pengusaha swasta. Belakangan ada pula yang menjadi lapangan golf, villa dan sebagainya.
Tahun yang sama di AS lahir Morril Act yang jadi landasan Land Grant dan Sea Grant sehingga universitas mendirikan fakultas pertanian lengkap dengan lahan dan risetnya. Hasilnya produksi kapas melonjak 200 persen, apalagi petani di sana dilindungi dengan lebih 100 UU. (Bersambung)
ANTHONY Reid pernah meneliti dan menyimpulkan bahwa Indonesia adalah salah satu bagian dunia yang urban. Bukan negeri petani. Setidaknya di sekitar
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi