Cermin dari De Soto dan Yunus (2)

Cermin dari De Soto dan Yunus (2)
Cermin dari De Soto dan Yunus (2)
Kedua, perbankan-lah yang aktif menjelajahi komunitas orang miskin. Dan mengenali orang miskin secara utuh, mulai dari etos dan etik mereka, kehidupan, cara mempertahankan hidup, hingga beban hidup mereka. Hanya dengan cara itu, kredit perbankan yang disalurkan kepada orang miskin akan membangkitkan kreatifitas, bahkan kehidupan yang penuh vitalitas.

Namun faktanya, kita memelas jika sumber pinjaman petani menempatkan perbankan di ranking kelima, hanya sebesar 12,1 persen. Ranking pertama hingga kempat adalah famili/saudara, tetangga/teman, toke/ majikan dan rentenir. Koperasi malah ada di tempat ketujuh.

Alangkah eloknya jika kalangan perbankan menempatkan orang-orangnya di lapangan untuk mengenal lingkungannya dengan baik, sehingga dengan mudah mengenali karakter calon nasabah. Petugas bank-lah yang mendatangi calon nasabah, bukan sebaliknya. Bukankah nasabah yang memberi margin kepada perbankan?

Konon, ada sebuah bank swasta di negeri ini yang melakoni pengenalan klien secara mendalam. Mereka berkantor dekat calon nasabah, misalnya para pedagang sayur yang butuh kredit Rp 100 ribu atau Rp 200.000. Cicilan lancar, karena di komunitas kecil sangat memalukan jika (mereka) terkabar menunggak. Modal terbesar mereka adalah harga diri, serta keinginan untuk hidup lebih layak.

PEMENANG Nobel Perdamaian 2006 asal Bangladesh, Muhammad Yunus, pun pernah datang ke Jakarta. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Chittagong, Bangladesh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News