Charlie Hebdo & Joseph Suryadi

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Charlie Hebdo & Joseph Suryadi
Ilustrasi Charlie Hebdo. Foto: Reuters

Dalam debat itu Gatholoco bisa mengalahkan para kiai dan menunjukkan keunggulan ilmu Jawa atas Islam. Dalam debat itu Gatholoco bisa mengalahkan para kiai dan menunjukkan keunggulan ilmu Jawa atas Islam.

Banyak dialog dalam serat itu yang dianggap pejoratif, merendahkan Islam.

Dalam sejarah Indonesia, kasus-kasus penistaan agama sudah banyak sekali terjadi. Sepanjang 1965 hingga 2017 terdapat 97 kasus penistaan agama.

Kasus yang terjadi sebelum reformasi hanya sembilan perkara, tetapi setelah reformasi jumlahnya membengkak menjadi 88 perkara.

Dua kasus penistaan paling menonjol sebelum reformasi adalah kasus HB Jassin dan Arswendo Atmowiloto. Jassin adalah kritikus sastra terbesar sepanjang sejarah Indonesia, dan Arswendo adalah salah satu penulis dan sineas paling produktif di Indonesia.

Pada 1970 Jassin diadili dan divonis karena menolak mengungkap identitas penulis Ki Pandji Kusmin yang menulis cerita pendek yang dianggap menghina Islam.

Majalah Sastra yang sangat prestisius dan diasuh Jassin memublikasikan cerpen ‘Langit Makin Mendung’ pada edisi 1968. Ki Pandji Kusmin yang menulis cerpen itu adalah nama samaran.

Kontroversi pun meledak hebat. Umat Islam merasa tersinggung dengan cerpen itu bercerita mengenai Nabi Muhammad yang turun ke daerah Senen di Jakarta yang dikenal sebagai pusat pelacuran ketika itu.

Joseph Suryadi menggambarkan seorang laki-laki memakai jubah, menggandeng seorang perempuan membawa boneka.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News