Cinta Pertama Berkah Bu Nyai
Oleh Dahlan Iskan
Ia tahu. Masuk kedokteran itu mahal sekali. Bagi seorang sopir taksi. Apalagi kedokteran swasta.
“Saya akan habis-habisan membiayainya. Kalau perlu biar waktu saya habis di jalan,” katanya.
Untung, katanya, saat itu belum ada taksi online. Masih lebih mudah cari penumpang. ”Sekarang sudah sulit cari uang yang cukup untuk biaya kuliah di kedokteran,” katanya.
”Kenapa bukan Anda saja yang kuliah di kedokteran,” tanya saya.
”Faradila lebih pintar dari saya,” katanya. ”Saya merasa tidak kuat kalau harus kuliah lagi,” tambahnya.
Maftuh hanya pulang 10 hari sekali. Waktunya benar-benar untuk cari penumpang.
Padahal rumahnya tidak jauh. Hanya di Gresik. Tetangga kota Surabaya. Tapi ia berpendapat biaya sedikit pun harus dihemat. Untuk biaya kuliah istrinya.
”Kenapa Anda merasa tidak kuat kuliah?” tanya saya.