Copmi Minta Penegak Hukum Tindak Semua Kekerasan Seksual, Termasuk Perbuatan Zina

Copmi Minta Penegak Hukum Tindak Semua Kekerasan Seksual, Termasuk Perbuatan Zina
Korban dugaan kekerasan seksual. Ilustrasi: Rahayuning Putri Utami/JPNN.com

Meski ikut memberikan dukungan, Zahra pun tidak menampik perlu ada perbaikan dalam susunan frasa atau padanan kata pada Permendikbud PPKS.

Dia khawatir frasa yang keliru justru disalahgunakan lantaran menimbulkan penafsiran ganda di masyarakat.

"Dari namanya sudah jelas, peraturan ini ini memang bertujuan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual. Hanya saja memang ada sedikit kekeliruan dan jadi ramai diperbincangkan," terang Zahra.

Untuk itu Zahra pun menyarankan supaya Kemendikbudristek bisa merevisi beberapa poin yang berpotensi memiliki multi tafsir.

Terutama kata frasa “tanpa persetujuan korban” pada pasal 5 ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf j, huruf l, dan huruf m.

Pasalnya dalam frasa tanpa persetujuan korban terkandung makna persetujuan seksual atau sexual consent. Itu artinya hubungan seksual dibolehkan asal dilakukan atas dasar suka sama suka.

Kondisi tersebut sangat bertolak belakang dengan norma hukum yang berlaku di Indonesia, yang mana perzinahan dianggap sebagai perilaku asusila dan diancam pidana.

Seperti pada Pasal 284 KUHP yanh mengancam hukuman penjara bagi yang melakukan perzinahan walau didasari suka sama suka.

Corps Puteri Muslimin Indonesia mendukung agar Pemendikbudristek tersebut segera diterapkan di seluruh lembaga pendidikan di Indonesia untuk mencegah kekerasan seksual.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News