Copmi Minta Penegak Hukum Tindak Semua Kekerasan Seksual, Termasuk Perbuatan Zina

Meski ikut memberikan dukungan, Zahra pun tidak menampik perlu ada perbaikan dalam susunan frasa atau padanan kata pada Permendikbud PPKS.
Dia khawatir frasa yang keliru justru disalahgunakan lantaran menimbulkan penafsiran ganda di masyarakat.
"Dari namanya sudah jelas, peraturan ini ini memang bertujuan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual. Hanya saja memang ada sedikit kekeliruan dan jadi ramai diperbincangkan," terang Zahra.
Untuk itu Zahra pun menyarankan supaya Kemendikbudristek bisa merevisi beberapa poin yang berpotensi memiliki multi tafsir.
Terutama kata frasa “tanpa persetujuan korban” pada pasal 5 ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf j, huruf l, dan huruf m.
Pasalnya dalam frasa tanpa persetujuan korban terkandung makna persetujuan seksual atau sexual consent. Itu artinya hubungan seksual dibolehkan asal dilakukan atas dasar suka sama suka.
Kondisi tersebut sangat bertolak belakang dengan norma hukum yang berlaku di Indonesia, yang mana perzinahan dianggap sebagai perilaku asusila dan diancam pidana.
Seperti pada Pasal 284 KUHP yanh mengancam hukuman penjara bagi yang melakukan perzinahan walau didasari suka sama suka.
Corps Puteri Muslimin Indonesia mendukung agar Pemendikbudristek tersebut segera diterapkan di seluruh lembaga pendidikan di Indonesia untuk mencegah kekerasan seksual.
- Oknum Guru Sontoloyo Ini Ajak Siswi ke Ruang OSIS, Terjadilah
- Kasus AKBP Fajar Cabuli Bocah, Mahasiswi Bernama Stefani Jadi Tersangka
- Geram Terhadap Kelakuan eks Kapolres Ngada, Ketum PITI Bicara Pembinaan Mental Polisi
- Ini Peran Polisi Australia dalam Menguak Kasus Kekerasan Seksual Eks Kapolres Ngada
- AKBP Fajar Cabuli 3 Anak di Bawah Umur, Ada Korban Lain?
- Analisis Reza soal Kejahatan AKBP Fajar Pemangsa Anak-Anak