Cucu Bung Karno
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Yang kedua, adanya tim sukses. Cerita mengenai tim sukses dan broker politik tak akan ditemukan pada politik di mana pun seperti di Indonesia, karena kampanye calon dilakukan oleh jaringan partai politik, bukan jaringan informal tim sukses.
Ketiga, adanya broker politik. Para kandidat di Indonesia membentuk jaringan broker politik mulai dari tingkat nasional hingga rukun tetangga.
Jaringan inilah yang dimanfaatkan oleh kandidat untuk melakukan politik uang sebagai cara menjalin hubungan dan meraup dukungan dari masyarakat.
Dengan model itu, praktik politik di Indoneia menjadi sangat mahal. Apa yang terjadi dari pemilu ke pemilu menjadi saksi lagi bagaimana “nisab” benar-benar memainkan peran penting.
Berbagai jargon muncul di tengah masyarakat. Ungkapan “wani piro” sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari sebuah deal politik.
Ada juga yang memakai istilah pajak “NPWP” untuk deal politik. Sebagaimana pajak yang selalu mencekik, NPWP politik ini juga mencekik.
NPWP politik ini singkatan dari “nomer piro wani piro” (nomor berapa, berani berapa); Anda ada di nomor caleg berapa dan berani bayar berapa. Konotasinya menjadi lengkap.
Untuk bisa mendapatkan nomor urut berapa di sebuah partai Anda harus “wani piro”. Lalu, untuk bisa mendapatkan suara pemilih, Anda juga ditantang “wani piro”.
Puan Maharani sudah punya nasab, dan sangat mungkin sudah mempersiapkan nisab lebih dari cukup. Sekarang Puan tinggal menunggu nasib.
- Pererat Hubungan Antar-Negara, Perpustakaan Soekarno Garden Bakal Dibangun di Uzbekistan
- Bahlil Yakin Ridwan Kamil Menang 1 Putaran, Sama Seperti Prabowo di Pilpres
- Fenomena Populisme Digital di Indonesia Sejalan dengan Kemajuan Internet
- Gibran Diduga Mulai Bersiap untuk Pilpres 2029, Indikasi Berani Menelikung Prabowo?
- Herwyn Minta Jajaran Bawaslu Daerah Terus Bangun Komunikasi
- Bawaslu dan CNE Timor Leste Teken Perjanjian Kerja Sama, Ini Harapan Sekjen Ichsan Fuady