Cukai Rokok Harus Mendukung Produk Rendah Risiko
jpnn.com, JAKARTA - Inovasi dan capaian-capaian ekonomi memerlukan dukungan investasi dan insentif dari Pemerintah. Negara-negara maju, seperti Inggris, Singapura, dan Australia misalnya, memiliki sejarah panjang dalam mendorong inovasi, salah satunya dengan memberikan insentif fiskal yang tepat terhadap produk inovasi yang dikembangkan.
Utamanya dalam kondisi pemulihan ekonomi seperti yang saat ini sedang didorong oleh negara, memberikan ruang fiskal pada pajak dan cukai dapat berpotensi mengubah perilaku produksi dan menstimulasi tetap terjadinya pergerakan ekonomi yang inovatif.
“Indonesia memiliki dua tujuan cukai rokok, untuk mengurangi konsumsi dan mendapatkan pemasukan negara. Cara agar pajak rokok bisa efficient dan equitable adalah pajak yang mengurangi konsumsi, tetapi tetap adil untuk kompetisi industri, mendukung produk yang lebih rendah risiko, dan mempertimbangkan faktor perilaku di dalamnya. Karena harga bukanlah satu-satunya faktor dalam perilaku merokok. Budaya, lingkungan dan kebiasaan juga dapat berpengaruh," terang Artidiatun Adji, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada dalam Webinar The New Wave of Innovation Policies in ASIA, Selasa (14/9).
Terkait cukai untuk produk rendah risiko, Arti melanjutkan, dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) perlu diterapkan diferensiasi tarif dan insentif pajak untuk produk yang memiliki risiko lebih rendah.
Saat ini cukai hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) diatur oleh PMK No.198/PMK.010/2020. Meskipun disinyalir lebih rendah risiko, HPTL dikenakan cukai maksimal sebesar 57 persen dengan sistem ad valorem.
Padahal menurut Arti, tarif ad valorem lebih tepat digunakan untuk meningkatkan pendapatan dari cukai barang mewah.
Bahkan, dalam aturan yang sama ada diferensiasi antara cukai yang diterapkan bagi produk vape sistem tertutup yang lebih tinggi 11 kali lipat jika dibanding vape sistem terbuka.
“Jika memang cukai diarahkan untuk mengontrol konsumsi, baik konsumsi produk tembakau konvensional ataupun non-konvensional, dan juga produk risiko tinggi ataupun berisiko lebih rendah, maka pengenaan sistem cukai yang spesifik adalah yang paling baik,” tegas Arti.
dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) perlu diterapkan diferensiasi tarif dan insentif pajak untuk produk yang memiliki risiko lebih rendah.
- Tarif PPN Naik Jadi 12 Persen Mulai Tahun Depan, Ini Saran Pengamat untuk Pemerintah
- Waspada Efek Luar Biasa dari Kenaikan PPN 12 Persen
- PPN 12 Persen Tidak Berpihak kepada Rakyat, Tolong Dibatalkan
- Sri Mulyani Keukeuh PPN Naik jadi 12 Persen pada 2025, Siap-Siap ya Rakyat!
- Perkuat Kolaborasi, Kemendagri Tekankan Pentingnya Sinergi Daerah untuk Kelola Opsen Pajak
- Program Pemutihan PKB di Banten Sukses Tingkatkan Penerimaan Pajak Rp 64,3 Miliar