Cukai Rokok Naik Terlalu Tinggi, Petani dan Pekerja SKT Makin Menderita
jpnn.com, JAKARTA - Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) mengatakan rencana kenaikan tarif cukai rokok pada 2021 harus dipikirkan secara adil dan bijaksana.
Jangan sampai hal ini membuat pelaku industri tembakau, khususnya petani dan pekerja sektor sigaret kretek tangan (SKT) makin menderita, terutama di tengah kondisi ekonomi sulit di masa pandemi.
Ketua Umum AMTI Budidoyo menjelaskan selama ini pemerintah mengantongi sebanyak 70 persen dari kontribusi pajak dan cukai industri hasil tembakau.
Setelah kenaikan cukai 2020 mencapai 23 persen, pabrikan dinilai enggan untuk menaikkan harga jual ke pasaran karena memikirkan daya beli masyarakat.
Hasilnya kinerja industri makin terpuruk dan imbasnya kepada petani dan pekerja IHT, belum lagi ditekan dampak pandemi.
“Makanya kalau menurut kami yang perlu dipikirkan para petani dan sektor SKT yang rata-rata perempuan. Kalau mereka kehilangan pekerjaan, kasihan kalau mereka menjadi tulang punggung. Untuk tahun depan, harapannya SKT tidak perlu naik tarif cukai dulu demi prioritas penyelamatan tenaga kerja,” serunya.
Dia berharap pemerintah bersikap rasional dan bijaksana dalam menentukan kebijakan cukai rokok. Jangan sampai kenaikannya terlalu tinggi seperti pada tahun ini yakni 23 persen.
Adapun, selain berkontribusi secara ekonomi, industri rokok juga menyerap tenaga kerja mencapai 5,9 juta orang. Apabila satu orang menanggung empat anggota keluarga, berarti ada 20 juta orang menggantungkan hidupnya dari IHT.
Jangan sampai kenaikan cukai rokok 2021 terlalu tinggi seperti pada tahun ini yakni 23 persen.
- Penundaan Kenaikan Cukai Rokok Dinilai Mengancam Kesehatan Masyarakat
- Lewat Operasi Gempur II 2024, Bea Cukai Ternate Tegas Berantas Rokok Tanpa Pita Cukai
- Tanggapi Polemik Rancangan Permenkes Kemasan Seragam, DPR: Lindungi Tenaga Kerja dan Petani Tembakau
- Penyeragaman Kemasan Rokok Tanpa Identitas Merek Berisiko Rugikan Konsumen & Produsen
- Soal Kemasan Rokok Polos, Pemerintah Dinilai Bakal Kesulitan Mengawasi & Identifikasi Produk
- Kebijakan Kemasan Polos Dinilai Sebagai Upaya Diskriminatif terhadap Merek Dagang Rokok Elektronik