Cukai Tembakau Sudah Tinggi, Gappri: Tak Perlu Dinaikkan Lagi
Padahal, ketika Indonesia aksesi FCTC, maka pemerintah akan langsung terikat kewajiban yakni tidak boleh membuat peraturan tembakau sendiri. Dengan demikian hukum negara tidak diakui. Negara wajib membayar iuran ke "Otoritas FCTC" yang tidak jelas bentuknya dan dikhwatirkan hanya diisi kalangan LSM. Tak hanya itu saja, dengan aksesi FCTC akan membuka akses ke IHT dari perkebunan hingga pabrik. "Klasul pasal dan ayat aturannya terus semakin bertambah mematikan," tegas Ismanu.
Ismanu mengingatkan, mereka yang anti tembakau seharusnya tidak berpikir dan bertindak memaksakan diri seperti meminta agar para penjual rokok eceran dihilangkan. Pasalnya, Indonesia menghasilkan "budaya" yang beraneka ragam.
"Termasuk budaya jual-beli terhadap barang maupun jasa. Budaya tidak membutuhkan legalitas. Budaya lahir dari "defacto". Budaya jual-beli itu ada di bagian aktivitas siklus dan sirkulasi perekonomian Nusantara. Negara yang bermartabat adalah Negara yg menghargai budayanya," imbuh Ismanu.
Kata Ismanu, hal itu berbeda dengan negara Kapitalis apalagi liberal yang berupaya "mengkapitalisasi" semua obyek barang,jasa dan unsur budaya, dengan "kedigdayaan petro dollar". Selanjutnya, berupaya dengan segala cara mengangkat semua harga komoditi, termasuk rokok.
Pada akhir beragam kampanye itu, Indonesia diharapkan tidak berjaya tetap menjadi negara yang terjebak utang dan "tidak boleh mandiri di bidang ekonomi".
"Maka ketika kretek berjaya, mereka berdalih demi kesehatan beralasan dramatisir sakit karena merokok, kemudian menggunakan gerakan anti tembakau menganggu "stabilitas perekonomian kretek" dengan cara "mengenjot setingi-tinginya cukai" tegas Ismanu.
Padahal, kata Ismanu, budaya IHT di Indonesia, ada banyak "strata". Kalau pabrik besar naik harga, yang menengah siap mengisi dan yang kecil dibawahnya mengisi diatasnya. Jadi, cara menaikan cukai hanya cocok di luar negeri yang tidak punya kretek.
Ia menilai, kampanye anti tembakau sudah tidak obyektif. Selalu menggunakan kacamata kuda. Egois, angkuh, menutup diri, merasa benar; maka ujungnya "ekstrem". Padahal kebenaran akan membuka jalannya sendiri.
Permintaan harga rokok harus naik lagi bukti gerakan anti tembakau tidak berjiwa nasionalis. Kalau gerakan anti tembakau nasionalis, maka seharusnya juga mau diajak duduk bersama dengan instansi terkait bermusyawarah untuk mufakat agar setiap aturan selalu sesuai dengan kepentingan negara.
JAKARTA - Ketua Umum Gabungan Perserikatan Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Sumiran memprotes alasan Komisi Nasional Pengendalian Tembakau yang minta
- Anggota Dewan ini Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan PPN 12 Persen, Begini
- Standardisasi Kemasan Picu Kenaikan Rokok Ilegal
- Pantau Satgas Nataru Pertamina, Wakil Menteri ESDM Jamin Ketersediaan Energi di Medan
- Dirjen Laut Ingatkan Pentingnya Koordinasi yang Solid untuk Kelancaran Nataru
- PPN 12% di Depan Mata, Investor Wajib Susun Strategi yang Lebih Adaptif
- Hamdalah, Mentan Amran Sulaiman Pastikan Stok Pangan Aman Jelang Natal dan Tahun Baru