Cukup Alasan Bagi Presiden Terbitkan Perpu MK
Yusril : MK Tak Boleh Superior Tanpa Pengawasan
jpnn.com - JAKARTA - Guru besar ilmu hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, menilai rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk mengatasi krisis di Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan langkah tepat. Yusril menegaskan, sudah cukup alasan bagi Presiden untuk menerbitkan Perpu.
Yusril mengatakan, syarat penerbitan Perpu memang adanya "hal ikhwal kegentingan yang memaksa". "Tapi itu adalah pandangan subyektif presiden yang menerbitkan Perpu itu," kata Yusril saat dihubungi JPNN, Minggu (6/10).
Lebih lanjut Yusril mengatakan, penangkapan Ketua MK, Akil Mochtar karena dugaan suap merupakan kejadian luar biasa yang mendorong Presiden merasa perlu mengambil langkah cepat untuk memulihkan kepercayaan terhadap lembaga tinggi negara yang pernah dipimpin Moh Mahfud MD itu. "Karena itu ada kegentingan yang memaksa sehingga Presiden menerbitkan Perpu," imbuh Yusril.
Hal yang juga ditekankan oleh Yusril adalah perlunya MK diawasi oleh lembaga negara yang sifatnya permanen sehingga tidak mengarah menjadi superior. Menurutnya, MK memang berwenang menguji UU apa saja. "Termasuk menguji UU yang mengatur dirinya karena kewenangan itu diberikan UUD 1945. Namun, MK harus menahan diri dan menjunjung tinggi etika agar tidak menguji UU yang berkaitan dengan MK sendiri. Tindakan seperti itu tidak etis. Ada kesan kuat MK ingin menjadi superior," ulasnya.
Mantan Menteri Hukum dan HAM itu menambahkan, kesan bahwa MK hendak muncul sebagai lembaga tinggi negara yang superior sudah muncul sejak dipimpin Jimly Asshidiqie. "Sehingga setiap UU yang membatasi MK mau mereka batalkan, termasuk kewenangan KY (Komisi Yudisial, red) untuk mengawasi hakim MK," lanjut Yusril.
Karenanya, Yusril justru menganggap pembentukan Majelis Kehormatan MK sebagai hal yang tidak benar. Pasalnya, dalam Majelis Kehormatan itu juga ada hakim konstitusi. "Dengan demikian ada hakim MK yang akan memeriksa sesama hakim MK yang diduga melanggar kode etik. Ini tidak benar," tegasnya.
Karenanya Yusril menegaskan, KY seharusnya mengawasi hakim MK. "KY harus diberi wewenang merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden dan Mahkamah Agung (MA) untuk menarik hakim MK yang melanggar kode etik. Hakim yang melanggar etik harus diberhentikan. Bahkan, kalau ada unsur pidana, hakim MK tersebut harus diadili. Hal-hal seperti ini harus dimasukkan ke dalam Perpu," pungkasnya. (ara/jpnn)
JAKARTA - Guru besar ilmu hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, menilai rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Peraturan
- Dirut ASDP Tinjau Pelabuhan Merak-Bakauheni Demi Layanan Prima Menjelang Nataru
- Honorer Peserta Seleksi PPPK 2024 Sudah Mendapat Pembekalan Kepegawaian, Keren nih
- BNBP: 10 Korban Tewas Tertimpa Longsor di Karo Sudah Dievakuasi
- Jampidum Terapkan RJ pada Kasus Anak Curi Perhiasan Ibu Kandung
- 5 Berita Terpopuler: Hari Guru Nasional, Mendikdasmen Beri 3 Kado, soal Tunjangan ASN dan Honorer Terungkap
- Prediksi Cuaca BMKG, Seluruh Jakarta Diguyur Hujan Siang Ini