Cukup dengan Permen serta You, Me, dan No
Laporan TATANG MAHARDIKA dari Rio de Janeiro
Karena itulah, SCWC 2014 layak menjadi cermin bagi Piala Dunia yang sebenarnya yang dimulai pada Juni mendatang. Bagaimana kelak berbagai bangsa campur baur dalam satu wadah yang juga sangat multirasial bernama Brasil.
Kalau sekitar 230 remaja berusia 13-17 tahun dengan latar belakang jalanan yang akrab dengan hidup yang keras ternyata bisa bergandengan tangan, semestinya sekitar 600 ribu turis Piala Dunia 2014 juga dapat melakukannya. Sebab, syaratnya sungguh tak sulit, cukup dengan bahasa tubuh.
Kalaupun butuh perantara, sekadar permen pun kadang mencukupi. Itu pula yang dilakukan para pemain putra Indonesia. “Bahasa” diplomatik mereka dengan Mauritius hanyalah permen rasa kopi. “Rupanya, di negara mereka nggak ada permen kayak gitu. Begitu ngrasain, langsung nempel dah mereka dengan kami,” kata Maruli, salah seorang pemain putra Indonesia.
SCWC 2014 memang tak hanya tentang sepak bola. Melainkan pula sebuah upaya mengingatkan dunia agar jangan sampai ada lagi anak-anak yang hidup di jalanan.
Juga, sebuah ikhtiar untuk membangun keakraban antarbudaya. Setidaknya, dari sisi itu, SCWC 2014 berhasil. Diplomasi terbangun baik meski hanya dengan perantara permen dan beberapa patah kata. (c10/ttg)
JANGANKAN bahasa Shona, bahasa Inggris pun, hanya beberapa patah kata yang dipahami Suharti. Padahal, dua bahasa itulah yang sehari-hari digunakan
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Patrick Kluivert jadi Pelatih Timnas Indonesia, Bung Kus Berkomentar Begini
- Raih Hasil Apik di Laga Uji Coba, Kesatria Bengawan Solo Percaya Diri Menatap IBL 2025
- Diragukan Bisa Bersaing Raih Gelar di IBL 2025, Satria Muda Siap Beri Pembuktian
- Tim Aprilia MotoGP Memperpanjang Kontrak Lorenzo Savadori
- Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Patrick Kluivert Sebut Shin Tae Yong
- Malaysia Open 2025: Penakluk Jojo Memukul Lapangan Sampai 3 Kali