Desakan agar Arief Mundur dari Ketua MK Memicu Kecurigaan
jpnn.com, JAKARTA - Dewan Pengurus Pusat Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP PA GMNI) mencurigai desakan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat untuk segera mundur karena telah dua kali melanggar etik. Dalam catatan DPP PA GMNI, Arief selama ini berkinerja moncer sehingga desakan untuk meletakkan jabatan diduga bermuatan politik.
Ketua PA GMNI Muradi mengatakan, persoalan etik yang menimpa Arief sebenarnya telah selesai diputus oleh Dewan Etik MK. Menurutnya, Dewan Etik MK memiliki kewenangan dalam menafsirkan ukuran hukuman atas pelanggaran yang dilakukan oleh hakim konstitusi.
Karena itu, Muradi mempersoalkan suara-suara yang terus mendesak Arief segera mundur. “Tuntutan mengundurkan diri kepada Prof. Dr. Arief Hidayat merupakan suatu tindakan yang mencoba mengambil peran Dewan Etik MK dengan memperluas tafsiran hukuman etik seorang secara bebas,” ujarnya, Senin (12/2).
Lebih lanjut ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran Bandung itu mengatakan, berdasar prinsip negara hukum maka kebebasan menyatakan pendapat harus menghindari pemaksaan kehendak. Selain itu, kebebasan dalam berpendapat juga tidak boleh menyerang martabat dan kehormatan orang lain.
Karena itu Muradi mencurigai adanya motif politik di balik desakan agar Arief mundur dari jabatan ketua MK.“Apalagi jika pemaksaan kehendak itu diduga punya motif kepentingan politik untuk menjadikan seseorang menjadi ketua MK menggantikan Prof. Dr. Arief Hidayat,” tegasnya.
Menurut Muradi, MK sebagai badan peradilan memang tak akan bisa memuaskan seluruh pihak. Namun, kata Muradi, DPP PA GMNI menilai kepemimpinan Arief di MK telah berhasil menjadikan institusi yang terbentuk pada 2003 itu bukan sekadar sebagai pengawal konstitusi, tetapi juga penjaga Pancasila.
“Selama kepemimpinan Prof Dr Arief Hidayat bersama dengan delapan orang hakim konstitusi lainnya telah banyak menghasilkan putusan monumental dalam rangka menegakkan Pancasila seperti putusan yang mengakhiri diskriminasi penghayat kepercayaan, menghapus undang-undang yang melegalkan privatisasi air, hingga menguatkan kesetaraan gender dengan mengizinkan perempuan menjadi Sultan Yogyakarta,” ulasnya.
Selain itu, MK juga telah mengeluarkan putusan penting dalam rangka menguatkan agenda pemberantasan korupsi. “Seperti menguatkan kedudukan penyidik independen KPK, sehingga KPK bisa menetapkan tersangka lagi meskipun kalah di praperadilan,” sebutnya.
Persoalan etik yang menimpa Ketua MK Arief Hidayat sebenarnya telah selesai diputus oleh Dewan Etik MK. Namun, ada pihak yang masih mempersoalkannya.
- Ingin Arah Baru Pemberantasan Korupsi, Pakar Uji Materi 2 Pasal UU Tipikor ke MK
- GMNI Yakin Kabinet Merah Putih Mampu Jalankan Semua Program Prabowo
- Warga Telaga Raya Duduki Lokasi Tambang di Buton Tengah, Tuntut Ganti Rugi Lahan
- Disidang eks Hakim MK Lewat Mahkamah Partai PDIP, Tia Rahmania Terbukti Mengalihkan Suara Partai
- Dianggap Tak Mengatur Hukuman Pejabat Daerah dan TNI-Polri, UU Pilkada Digugat ke MK
- 12 Serikat Pekerja Gugat UU Tapera ke MK Karena Dianggap Memberatkan