Dakwah bil Hal: Korporatisasi Usaha Individu Umat Menuju Indonesia Maju
Selasa, 09 Juli 2013 – 04:48 WIB
Maka, sudah waktunya konsep zakat juga lebih akomodatif terhadap keperluan riil masa depan itu. Peranan zakat orang kaya yang 2,5 persen dari aset mungkin terlalu kecil dampaknya bagi pekerjaan sangat besar mengangkat perekonomian umat yang mayoritas miskin itu. Tapi, peranan orang kaya (aghniya") atau pemilik modal akan menjadi lebih berarti jika diposisikan dalam konteks membangun korporatisasi usaha individu umat itu.
Avalis bisa dilakukan dalam dua bentuk. Pertama, pemilik modal berada di luar, hanya bertindak sebagai penjamin atas jalannya usaha individu. Kedua, pemilik modal masuk ke dalam, menjadi bagian dari korporasi usaha individual itu. Harus ada tempat bagi peran avalis dalam praktik ekonomi syariah. Sebab, konteks hukum fikihnya berbeda dengan sedekah atau infak.
Penerima sedekah dan infak tidak memiliki ikatan apa pun dengan pemberi sedekah. Apalagi ikatan formal. Penerima sedekah dan infak bisa menggunakan dana untuk apa pun, termasuk untuk hal yang hanya bersifat konsumtif.
Sementara avalis dan pihak yang dijamin terikat dalam sebuah akad, baik moral maupun formal. Avalis memiliki tanggung jawab untuk turut mengembangkan usaha pihak yang dijamin. Sebab, tujuan proses ini bukan sebatas memberi jaminan, tapi bagaimana agar yang dijamin bisa berkembang dan "berubah dari realitas sosial yang ada ke realitas sosial yang baru".
ISTILAH "dakwah bil hal" yang sudah begitu populer ternyata merupakan istilah yang hanya digunakan di Indonesia, yang kemudian merembet
BERITA TERKAIT