Dalam Tiga Tahun, LPSK Terima Permohonan Perlindungan 45 Korban Penyiksaan

Kalaupun korban melaporkan peristiwa penyiksaan yang dialami, kata Maneger, ada ketidakpercayaan dari korban jika laporannya itu akan diproses hukum.
Jika ada korban yang berani melaporkan penyiksaan yang dialami, mereka ragu laporan akan diproses, karena proses hukum atas laporan itu biasanya dilakukan secara internal oleh institusi pejabat publik tersebut.
Maneger berpendapat ketakutan melapor atau ketidakpercayaan akan proses hukum, seharusnya bisa dikikis. Apalagi, negara sudah membentuk LPSK yang tugasnya memberikan perlindungan dan bantuan kepada saksi dan/atau korban, termasuk pada tindak penyiksaan.
“Apalagi, penyiksaan merupakan salah satu tindak pidana prioritas di LPSK,” kata dia.
Maneger mengatakan kehadiran LPSK secara filosofis untuk membangkitkan keberanian dan kepedulian masyarakat sipil melaporkan suatu tindak pidana yang dialami atau diketahui.
Pada diskusi daring itu, Maneger juga menyoroti urgensi perlindungan saksi dan korban dimasukkan dalam kurikulum perguruan tinggi.
“Khususnya di Fakultas Hukum, karena semua penegak hukum, sebagian besar belajar dan merupakan lulusan Fakultas Hukum,” ucap dia. (antara/jpnn)
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menerima sebanyak 45 permohonan perlindungan korban kasus penyiksaan, yang berasal dari sejumlah kasus di 10 provinsi.
Redaktur & Reporter : Fajar W Hermawan
- Perlindungan Saksi dan Korban Masih Lemah, Pemerintah Harus Perkuatkan LPSK
- RUU PSK, Muslim Ayub Nilai LPSK Harus Hadir di Daerah Rawan Seperti Aceh dan Papua
- Pertamina Hormati Proses Hukum di Kejagung, Jamin Layanan Energi Masyarakat Tetap Optimal
- Kristalin Ekalestari Bakal Proses Hukum Fitnah & Pencemaran Nama Baik Perusahaan
- Gegara Anggaran Dipangkas, Pegawai LPSK Menyerukan Moratorium Perlindungan dan Hak
- Di Tengah Proses Hukum, Bukalapak Ungkap Operasional Perusahaan Berjalan Normal