Dampak Hoaks soal COVID-19 Sangat Berbahaya, tetapi Masih Banyak yang Percaya
"Kedua, dalam iklim ketidakpercayaan, kebingungan, dan ketakutan yang berkembang, mikro-influencer religius dapat menawarkan rasa perlindungan kepada pengikut mereka, dengan cara memelihara keyakinan pada kekuatan agama yang melindungi dan rencana yang lebih besar dari Yang Mahakuasa."
Yanuar Nugroho, sosiolog di ISEAS menilai kondisi masyarakat yang rentan terhadap disinformasi salah satunya karena persepsi soal risiko di kepala masyarakat soal pandemi tidak terbentuk.
Menurutnya, di masa krisis seperti saat ini, Pemerintah bertanggung jawab menyampaikan persepsi risiko karena akan menentukan bagaimana masyarakat bersikap menghadapi virus corona.
"Mixed messages [pesan yang berbeda] itu enggak boleh. Kesalahan paling fatal pertama dari Pemerintah adalah bahwa pesan yang disampaikan ambigu, bahkan sampai detik ini."
Yanuar mencontohkan, pemerintah melarang mudik tetapi memperbolehkan warga ke tempat-tempat wisata.
"Atau imbauan jangan traveling dulu, tapi sekarang Garuda membuat promo: Terbang dengan Garuda, dapatkan vaksinasi gratis."
"Ini menurutku menunjukkan ketidakmampuan Pemerintah membangun persepsi risiko."
Menurutnya pesan yang berbeda-beda ini disebabkan karena Pemerintah sendiri tidak punya pemahaman, persepsi, dan satu suara tentang pandemi.
Gusman tahu kalau banyak informasi yang salah soal COVID, termasuk teori konspirasi yang beredar
- Dunia Hari Ini: Kelompok Sunni dan Syiah di Pakistan Sepakat Gencatan Senjata
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Kemendes PDT Pastikan Info Rekrutmen Pendamping Lokal Desa 2024-2025 Hoaks
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis