Dampak Hoaks soal COVID-19 Sangat Berbahaya, tetapi Masih Banyak yang Percaya

"Kedua, dalam iklim ketidakpercayaan, kebingungan, dan ketakutan yang berkembang, mikro-influencer religius dapat menawarkan rasa perlindungan kepada pengikut mereka, dengan cara memelihara keyakinan pada kekuatan agama yang melindungi dan rencana yang lebih besar dari Yang Mahakuasa."
Yanuar Nugroho, sosiolog di ISEAS menilai kondisi masyarakat yang rentan terhadap disinformasi salah satunya karena persepsi soal risiko di kepala masyarakat soal pandemi tidak terbentuk.
Menurutnya, di masa krisis seperti saat ini, Pemerintah bertanggung jawab menyampaikan persepsi risiko karena akan menentukan bagaimana masyarakat bersikap menghadapi virus corona.
"Mixed messages [pesan yang berbeda] itu enggak boleh. Kesalahan paling fatal pertama dari Pemerintah adalah bahwa pesan yang disampaikan ambigu, bahkan sampai detik ini."
Yanuar mencontohkan, pemerintah melarang mudik tetapi memperbolehkan warga ke tempat-tempat wisata.
"Atau imbauan jangan traveling dulu, tapi sekarang Garuda membuat promo: Terbang dengan Garuda, dapatkan vaksinasi gratis."
"Ini menurutku menunjukkan ketidakmampuan Pemerintah membangun persepsi risiko."
Menurutnya pesan yang berbeda-beda ini disebabkan karena Pemerintah sendiri tidak punya pemahaman, persepsi, dan satu suara tentang pandemi.
Gusman tahu kalau banyak informasi yang salah soal COVID, termasuk teori konspirasi yang beredar
- Kampanye Pemilu di Australia: Jarang Ada Spanduk, Lebih Menjual Kebijakan
- Hoaks Titiek Puspa Meninggal Dunia, Inul Daratista Ungkap Kondisinya
- Lady Gaga Bakal Gelar Konser di Australia Akhir Tahun Ini
- Dunia Hari Ini: Tiongkok Akan 'Melawan' Tarif yang Diberlakukan Trump
- Dunia Hari Ini: Serangan Israel Tewaskan 32 Warga Gaza dalam Semalam
- Dunia Hari Ini: Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol Diturunkan dari Jabatannya