Dampak Serangan 11 September Dirasakan Warga Indonesia di Luar Negeri
"Tugas kita sebagai Muslim adalah menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat, melakukan dakwah kita melalui karakter yang baik."
Merasakan menjadi kelompok minoritas di Australia
Beberapa bulan setelah serangan 11 September 2001, Ersa Tri Wahyuni berangkat ke Melbourne untuk melanjutkan studinya di bidang akuntansi.
Ia mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Australia, AusAid namanya saat itu, untuk kuliah di University of Melbourne.
Ersa mengatakan setibanya di Melbourne, ia tak menyangka betapa kuatnya ia merasakan sentimen anti-Islam di Australia setelah peristiwa 11 September.
"Saya di Indonesia kan tidak pernah memiliki masalah dengan identitas atau penggunaan ilbab, yang sudah saya pakai sejak umur 9 tahun," ujarnya kepada Erwin Renaldi dari ABC Indonesia.
"Kami semua, mahasiswa asal Indonesia, sering diingatkan untuk selalu berhati-hati, jangan dulu kumpul-kumpul atau pengajian," kata Ersa yang kini menjadi dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran (FEB Unpad).
Ersa pernah juga mendengar laporan ada pengajian di rumah mahasiswa Indonesia di Brunswick yang digerebek dan komputernya diambil. Tapi ia tidak tahu pasti kelanjutan dari laporan tersebut.
Di awal semester Ersa sudah ditunjuk menjadi Presiden untuk asosisasi mahasiswa pasca-sarjana University of Melbourne, salah satu organisasi kemahasiswaan terbesar di Australia.
Ketika serangan 11 September terjadi di New York 20 tahun lalu, warga Indonesia yang saat itu berada di luar negeri ikut merasakan dampaknya
- Dunia Hari Ini: 51 Pria Dijatuhkan Hukuman Atas Kasus Pemerkosaan Prancis
- Anggota Bali Nine Sudah Bebas dan Kembali ke Keluarga Masing-masing
- Cegah Teror Saat Natal, Polri Sterilisasi Seluruh Tempat Ibadah
- Dunia Hari Ini: Australia Terbangkan Warganya Keluar Vanuatu
- Pemakai Narkoba di Indonesia Kemungkinan Akan Dikirim ke Rehabilitasi, Bukan Penjara
- BNPT Beri Sertifikat ke-16 Pengelola Objek Vital soal Pencegahan Terorisme