Dampak Serangan 11 September Dirasakan Warga Indonesia di Luar Negeri
Ersa mengatakan ia menjadi mahasiswa internasional dan Muslimah pertama di asosisasi yang saat itu menaungi lebih dari 10 ribu mahasiswa pascasarjana.
"Tapi saat itu kok jadinya heboh banget ya, sampai masuk ke media, ke majalah, dengan menyoroti perempuan berjilbab menjadi presiden asosiasi," ujarnya.
Ersa sempat merasa terpilihnya menjadi presiden asosiasi hanya karena dirinya seorang Muslim, serta sebagai pernyataan politik dari University of Melbourne menanggapi sentimen anti-Islam yang sedang berkembang.
"Tapi ketika saya bertanya kenapa saya yang dipilih dan mengalahkan mahasiswa lokal, jawabannya karena saya sudah memiliki banyak pengalaman sebagai aktivis mahasiswa di Indonesia," ujarnya.
Ersa pun membuktikan kemampuannya dalam memperhatikan kesejahteraan mahasiswa pascasarjana di Australia, termasuk memperkenalkan pemahaman perbedaan budaya di dunia kampus.
Salah satunya adalah menggagas disediakannya pilihan makanan halal dan vegetarian di setiap kegiatan kemahasiswaan.
"Sebelumnya mereka tidak pernah melakukannya, padahal mahasiswa internasional terutama dari kalangan Muslim makin banyak."
Ersa saat ini menjabat sebagai Kepala Unit Internasionalisasi di FEB Unpad dan ia mengatakan pengalamannya tinggal di luar negeri sebagai minoritas menjadi salah satu kesempatan terbaik dalam hidupnya.
Ketika serangan 11 September terjadi di New York 20 tahun lalu, warga Indonesia yang saat itu berada di luar negeri ikut merasakan dampaknya
- Dunia Hari Ini: 51 Pria Dijatuhkan Hukuman Atas Kasus Pemerkosaan Prancis
- Anggota Bali Nine Sudah Bebas dan Kembali ke Keluarga Masing-masing
- Cegah Teror Saat Natal, Polri Sterilisasi Seluruh Tempat Ibadah
- Dunia Hari Ini: Australia Terbangkan Warganya Keluar Vanuatu
- Pemakai Narkoba di Indonesia Kemungkinan Akan Dikirim ke Rehabilitasi, Bukan Penjara
- BNPT Beri Sertifikat ke-16 Pengelola Objek Vital soal Pencegahan Terorisme