Dan Mantra itu pun Bersemayam di Gunung Sepuh
Bilamana angin bertiup, awan bergeser, terbentanglah kawah cantik dan dinding cadas yang ditumbuhi pohon kayu khas gunung berapi. Seperti rasamala, saninten, huru, samida dan lain sebagainya.
Penat-penat seketika pulih begitu mata disuguhkan panorama alam nan begitu indah. Pohon-pohon tinggi yang menjulang saling bergandengan diselimuti kabut putih.
Langit seolah hanya sejengkal dari kepala. Saking aduhainya, banyak penulis yang mengandaikannya umpama ceceran surga di muka bumi.
Nah, sebelum diteliti Junghuhn, "surga yang tercecer" itu terkenal sangat angker.
Burung akan mati bila melintas di atas kawah. Manusia-pun enggan untuk menjamahnya. Sepenglihatan, memang tak satu pun burung berterbangan di sana.
Menurut cerita rakyat, secara harafiah, Gunung Patuha berasal dari kata Patua atau Pak Tua.
"Orang sini menyebut itu Gunung Sepuh," kata Pak Kani, 57 tahun, rakyat setempat yang punya warung di Bukit Cinta, Setu Patengan.
Oiya, sebelum berangkat bersama rombongan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup ke Kawah Putih, pagi-pagi sekali saya sempat olahraga ringan di sekitar Setu Patengan yang udaranya…ambooooi, segar betul.
ORANG-ORANG
- Heru B. Wasesa dan Tim Gali Fakta Sejarah Nusantara dari Perspektif Eropa
- Memperingati Kudatuli, PDIP Bersama Korban Rezim Otoriter Tabur Bunga di Kantor Partai
- Festival Maek 2024 Akhirnya Digelar, Kenalkan Sejarah Megalitikum di Minangkabau
- Final EURO 2024 dan Stadion Megah dengan Sejarah Kelam Nazi
- Pemda Batang Sambut Baik Gagasan PMB Tentang Penulisan Sejarah
- Presiden Jokowi Apresiasi Blok Rokan, Ini Paling Terbesar dan Produktif dalam Sejarah