Dana Masih Urunan, Berani Impikan Kapal Perpustakaan
Senin, 28 Oktober 2013 – 06:32 WIB
Kenyataan itu membuat trenyuh aktivis pendidikan tersebut dan menggerakkan hatinya untuk membentuk komunitas Sahabat Pulau. "Dengar jawaban seperti itu, saya tidak tahu harus ketawa atau sedih," ujar pemuda kelahiran 12 April 1989 tersebut.
Selain itu, lanjut Hendriyadi, sekolah tersebut hanya memiliki satu gedung yang difungsikan sebagai SD, SMP, dan SMA. Keadaan itu semakin diperparah dengan jumlah staf pengajar yang hanya tiga orang guru di sekolah tersebut. "Cuma ada 3 guru, 1 pegawai negeri sipil, dan 2 guru bantu. Mereka mengajar 281 siswa di semua tingkat sekaligus," papar pemuda asal Desa Salemba, Kecamatan Bulukumba, Sulawesi Selatan, itu.
Hendriyadi menambahkan bahwa keterbatasan sarana dan staf pengajar di sekolah tersebut mengakibatkan kurikulum tidak berjalan sempurna. "Jadi, kurikulumnya berjalan apa adanya. Guru di sana sekadar mengajar baca dan menulis kepada siswanya. Karena buku kurikulum yang ada masih terbitan 1990-an," imbuhnya.
Kondisi serupa terjadi di Pulau Selayar di Sulawesi Selatan. Pelajar di sana lebih mengenal orang dekat daripada pejabat negara. "Mereka lebih mengenal Kak Cawi (salah seorang sukarelawan, Red) karena juga mengajar ibu-ibu membuat abon daripada bupatinya. Mereka don"t care. Bupatinya sendiri juga tidak pernah ke lapangan," tambahnya.
MASIH banyak anak yang tinggal di pulau-pulau pelosok Indonesia yang belum merasakan fasilitas pendidikan layak seperti teman-temannya di kota besar
BERITA TERKAIT
- Setahun Badan Karantina Indonesia, Bayi yang Bertekad Meraksasa demi Menjaga Pertahanan Negara
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala