Dansa 90

Oleh: Dahlan Iskan

Dansa 90
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

"Belum lama. Minggu lalu. Tetapi yah sudah beda. Dansanya orang tua," katanya.

"Di mana dansanya?"

"Di rumah anak saya. Lantai dua rumah itu full untuk lantai dansa," katanya. "Ayo kapan ke sini lagi ikut dansa. Ajak teman-teman," katanya.

Saya bertemu Kwik di teras belakang rumah itu. Di dekat kolam renang yang panjang memanjang. Warna catnya biru tua setengah ungu. Kwik minum kopi espresso. Dia masih boleh minum kopi.

"Dulu sembilan gelas satu hari. Sekarang satu gelas," katanya.

Soal kopi ini, di zaman Bung Karno, Indonesia pernah punya masalah besar dalam ekspor ke Eropa. Termasuk ekspor kopi. Diboikot.

Gara-garanya ada eksporter kita yang nakal: kirim sampah. Hampir persis dengan kenakalan eksporter sarang burung dan porang kita di tahun belakangan.

Untuk mengatasi krisis itu harus dibentuk kantor dagang Indonesia di Belanda. Idenya dari pengusaha besar sahabat Bung Karno: Tambunan.

Kwik Kian Gie, mantan menko Ekuin dan ketua Bappenas itu, masih mampu berpikir jernih. Ingatan masa lalunya masih terang soal awal persahabatan dengan Megawati.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News