Dari Mitsui Menjadi Milik Anak Negeri
jpnn.com - SATU lagi perusahaan BUMN yang membeli perusahaan asing. Mulai 1 April lalu PT Kaltim Pasifik Alkalinitas, perusahaan amoniak terbesar di Indonesia yang selama ini dimiliki Mitsui dan Tomen Jepang, sudah 100 persen menjadi milik Indonesia!
Perusahaan tersebut berlokasi di Bontang, Kalimantan Timur. Berada satu kompleks dengan PT Pupuk Kaltim, anak perusahaan PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC). Amoniak ini sangat penting untuk memperkuat pabrik pupuk kita. Selama ini kita membeli amoniak dari pabriknya Mitsui itu.
Pupuk Kaltim sendiri kini membangun pabrik baru di Bontang. Itulah pabrik ke-5 dengan kapasitas 1,2 juta ton per tahun. Akhir tahun ini pabrik baru tersebut sudah berproduksi.
Bersamaan dengan itu pabrik pertama yang dibangun pada 1974 dimatikan. Pabrik ini sudah sangat tua. Kapasitasnya juga hanya 660.000 ton. Dan, lagi sangat boros. Untuk memproduksi 1 ton urea diperlukan gas 35 mmbtu. Padahal, di pabrik baru nanti, 1 ton pupuk cukup menggunakan gas 23 mmbtu.
Saat ini di PT Pupuk Sriwijaya Palembang juga dibangun pabrik baru. PT Pupuk Kujang juga siap-siap berekspansi. Demikian juga PT Petrokimia Gresik. Dengan ekspansi anak-anak perusahaan itu, tiga tahun lagi PIHC sudah menjadi pabrik pupuk terbesar ke-5 di dunia.
Ini sekaligus menjadi bukti bahwa dengan disatukan dalam satu holding sebuah BUMN mengalami perkembangan yang pesat. Anak-anak perusahaan PT PIHC yang dulu BUMN bisa bersaksi bahwa mereka terus mengalami kemajuan. Aset mereka saat disatukan dulu sebesar Rp 34 triliun. Kini, hanya dua tahun kemudian, sudah menjadi Rp 62 triliun!
Saat ini tinggal satu pabrik pupuk yang masih sulit berkembang: PT Pupuk Iskandar Muda di Aceh. Padahal, itulah satu-satunya industri besar yang ada di Aceh. Karena itu, saya menugasi PIHC untuk mencari jalan keluar agar pabrik pupuk Iskandar Muda jangan sampai tutup. Jangan sampai menyusul tetangganya di situ: PT ASEAN Aceh Fertilizer yang tutup lebih dari 10 tahun yang lalu.
Persoalannya memang berat: tidak ada lagi kecukupan gas di sana. Sudah habis. Sudah 30 tahun lebih gas dikirim ke Jepang dalam bentuk LNG. Bagaimana caranya agar Iskandar Muda tetap bertahan? Bahkan dikembangkan?