Dari Pakai Batik ke Kantor Hingga Menjadi Jembatan Sains, Inilah Tiga Saintis Perempuan Indonesia di Australia

Dari Pakai Batik ke Kantor Hingga Menjadi Jembatan Sains, Inilah Tiga Saintis Perempuan Indonesia di Australia
Dina Yulia PhD merupakan peneliti pada CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation), Lembaga Riset Sains Nasional Australia sejak 2011. (Koleksi pribadi)

Saat usianya menginjak 37 tahun, Ines sudah mendapat pengakuan internasional sebagai ilmuwan riset, termasuk mendapat Penghargaan Alumni Australia di tahun 2009 untuk upayanya menemukan pengobatan baru bagi kanker dan penyakit menular.

Pada tahun 2004 ia menjadi perempuan Indonesia pertama yang memenangkan Beasiswa L'Oreal UNESCO untuk Wanita Muda dalam Sains.

"Dan itu adalah masa-masa yang menyenangkan, karena setelah saya mendapat beasiswa Women in Science itu di Indonesia kami membuat juga program yang sama di level nasional yang sampai sekarang masih berlangsung," kata Ines, yang juga pernah mendapat penghargaan Femina di tahun 2007.

Ines lahir di Romania tahun 1972 dari ayah yang orang Indonesia dan ibu yang asli Romania.

Ia selalu merasa sebagai orang Indonesia, meski pernah tinggal di beberapa negara, seperti Australia dan Aljazair.

"Kalau ada orang nanya saya orang apa, pasti [jawabannya] Indonesia nomor satu, karena saya pikir itulah saya, dan ini lucu juga mengingat sampai umur 15 tahun saya enggak bisa berbahasa Indonesia," kata Ines.

Justru saat berada di luar Indonesia, Ines malah mengaku lebih tertarik dan memahami Indonesia.

"Mungkin karena saya datang tanpa mengetahui apa pun tentang Indonesia, sehingga saya harus mempelajari dan mengenalnya dari nol saat beranjak remaja, ada ketertarikan tersendiri pada aspek-apek tertentu tentang Indonesia."

Tiga saintis perempuan asal Indonesia ini tinggal di Australia dan berkiprah di tingkat dunia

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News