Dari Petisi 50 ke Petisi 100

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Dari Petisi 50 ke Petisi 100
Presiden Kedua RI Soeharto sedang menelepon di kantornya di Bina Graha, Jakarta Pusat. Foto: Antara Foto

Di tengah situasi yang mencekam itulah 50 tokoh masyarakat mengeluarkan petisi yang diserahkan kepada DPR dan MPR. Isi petisi itu meminta supaya Soeharto mempertanggungjawabkan kebijakan politiknya di lembaga perwakilan rakyat itu.

Alih-alih mengadili Soeharto, DPR-MPR loyo dan tidak berdaya di depan penguasa Orde Baru itu.

Banyak pimpinan Masyumi yang menjadi penanda tangan petisi. Selain M. Natsir, ada Kasman Singodemedjo, Burhanudin Harahap, dan Sjafrudin Prawiranegara.

Tokoh politik Islam lain yang menjadi penanda tangan Petisi 50 ialah Anwar Harjono dan A.M Fatwa. Dari kalangan nasionalis ada S.K Trimurti dan Manai Sophiaan.

Dari kalangan militer dan polisi ada AH Nasution, Ali Sadikin, dan Hugeng Iman Santoso.

Para petisiwan itu kemudian diburu dan dipersekusi oleh Soeharto. Mereka dianggap sebagai dissident atau pembangkang karena mengritik Soeharto.

Siapa saja yang mengritik Soeharto berarti mengritik Pancasila. Risikonya ialah mereka dikucilkan dan jalur ekonomi mereka diputus.

Para petisiwan itu itu dicegah sehingga tidak diperbolehkan bepergian ke luar negeri. Pada era itu, Petisi 50 adalah gerakan politik oposisi paling besar yang pernah ada.

Petisi 50 berakhir dengan hampa dan para petisiwannya menjadi paria politik. Masih akan dilihat apakah Petisi 100 akan bernasib sama atau lebi baik.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News