Darurat

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Darurat
Muhadjir Effendy. Foto: Ricardo/JPNN.com

Pemerintah bisa melakukan penangkapan tanpa barang bukti, pemerintah bisa mengeluarkan anggaran secara darurat, dan pemerintah bisa melakukan tindakan yang bisa dikategorikan above the law, di atas hukum.

Atas nama kondisi darurat, pengeluaran anggaran penanganan pandemi ratusan triliun rupiah memakai standar darurat di luar prosedur normal.

Presiden Jokowi juga sudah mengeluarkan aturan bahwa semua anggaran penanganan Covid-19 tidak bisa dijerat oleh pasal-pasal korupsi.

Muhadjir mengatakan arti darurat militer bukan berarti perang melawan musuh manusia, tetapi perang melawan pandemi yang tidak kelihatan. Ia juga mengatakan bahwa dalam pertempuran ini tidak menggunakan kaidah hukum perang.

Dalam kaidah hukum perang, orang-orang sipil tidak disebut sebagai musuh karena mereka adalah kekuatan non-kombatan. Hanya tentara yang disebut sebagai musuh karena menjadi kekuatan kombatan. Jika ada korban dari pihak sipil biasanya hal itu terjadi karena ketidaksengajaan.

Namun, dalam kondisi perang pandemi ini kaidahnya berbeda. Semua manusia dianggap kombatan atau petempur oleh virus Covid-19.

Karena itu pula maka semua korban yang jatuh adalah korban perang. Kalau selama ini sudah ada lebih dari 60 ribu warga Indonesia yang meninggal akibat pandemi, maka mereka adalah korban perang.

Warga sipil itu tidak disebut sebagai "collateral damage", karena dalam perang melawan pandemi ini justru warga sipil yang menjadi kombatan utama dan menjadi sasaran serangan lawan dalam bentuk serangan virus.

Seharusnya yang memegang komando sekarang adalah Jenderal Muhadjir, bukan jenderal yang lain.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News