Data Ruislaag Bonbin Medan dari Pengacara Ramli
Selasa, 09 Juni 2009 – 19:18 WIB
Sitor juga membantah bila disebutkan ada kerugian negara atau kerugian Pemko Medan dalam proyek ruislaag ini. Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang dipecah menjadi tiga, kata Sitor, memang sesuatu yang wajar karena memang harga tanah yang berada di depan, tengah, dan belakang, berbeda-beda. Kalau tidak dipecah, rekanan proyek tidak mungkin mau harga tanah disamakan. "Dan yang perlu dicatat, tanah kebun binatang yang lama, itu tanah sengketa. Dengan ruislaag itu, Pemko Medan justru diuntungkan karena yang menghadapi sengketa selanjutnya adalah perusahaan rekanan," dalih Sitor.
Baca Juga:
Hingga Selasa (9/6), belum ada pemeriksaan lagi terhadap Ramli yang sudah berstatus seagai tersangka. Sitor mengaku sudah bertanya ke pihak Kejagung, dalam waktu dekat ini akan ada pemeriksaan lagi. Sitor yang berada dalam satu tim dengan Juniver Girsang menjadi pengacara Ramli, juga melakukan penjajakan agar dua tersangka yang lain juga menunjuk mereka menjadi kuasa hukumnya. Dua tersangka lain selain Ramli adalah Kepala Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pemko Medan Tarmizi, dan Haryono, dari PT Gemilang Kreasi Utama (GKU), sebagai rekanan Pemko Medan. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka terhitung sejak 29 Mei 2009.
Pada akhir pekan lalu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Marwan Effendi mengatakan, dalam waktu dekat ini ketiga tersangka akan diperiksa. Dari pengembangan kasus ini, kemungkinan nantinya jumlah tersangka akan bertambah. " Kan sekarang sudah ada tiga tersangka. Ya tentunya masih bisa tambah lagi," ujar Marwan kepada wartawan usai shalat Jumat di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (5/6).
Direktur Penyidikan Kejagung, Arminsyah pernah menjelaskan, kasus itu terjadi pada 2004, saat Ramli masih menjabat sebagai Sekda Pemko Medan. Dalam kasus KBM ini ditemukan adanya penggelembungan penjualan tanah di kebun binatang, yakni harga tanah tersebut Rp1,5 juta per meter persegi kemudian terjadi mark down (penurunan harga) dengan membagi tiga Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Tanah yang lokasi di depan dihargai Rp1,5 juta, tengah Rp700 ribu, belakang Rp200 ribu. Padahal, kata Arminsyah, sertifikat itu jadi satu sehingga mestinya tidak boleh dipecah menjadi tiga NJOP karena masih satu penilaian. "Hingga harganya dari Rp45 miliar turun Rp9 miliar," paparnya beberapa waktu lalu. (sam/JPNN)
JAKARTA -- Siapa sangka, pihak yang menyodorkan bukti-bukti awal terjadinya dugaan tindak pidana korupsi malah terjerat kasus tersebut. Pengusutan
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- Kunker ke Riau, Menteri Hanif Faisol Tutup TPA Liar di Kampar
- 209 Warga Terdampak Pergerakan Tanah di Kadupandak Dievakuasi
- Ombudsman Minta Polda Sumbar Ungkap Motif Kasus Polisi Tembak Polisi Secara Transparan
- Lulus SKD, 163 Pelamar CPNS Batam Lanjut ke Tahap SKB
- Puluhan Ribu Masyarakat Pekanbaru Penuhi Kampanye Akbar Agung-Markarius
- Banjir Merendam 2.014 Rumah di Kabupaten Bandung, 12.250 KK Terdampak