Database Kontroversial India: Atur Bansos Hingga Penerbitan Paspor
Pengadilan tertinggi India membenarkan legalitas database identitas biometrik kontroversial negara itu, dengan mengatakan hal tersebut tidak melanggar hak privasi warga.
Poin kunci:
• Penduduk India tak bisa menerima jatah bantuan makanan dan manfaat lainnya tanpa dimasukkan ke database Aadhaar• Ada kekhawatiran bahwa sistem itu rentan terhadap pelanggaran keamanan
• Sebuah surat kabar India telah membeli akses ke data pribadi itu dengan membayar peretas sekitar $ 10 (atau setara Rp 100 ribu)
Lebih dari 1 miliar orang sudah terdaftar dalam database yang bernama Aadhaar tersebut.
Semua penduduk India dipaksa untuk menyerahkan rincian pribadi mereka ke database raksasa, termasuk pemindaian iris mata dan sidik jari mereka, jika mereka menginginkan layanan dasar.
Warga tak bisa menerima jatah bantuan pangan tanpa dimasukkan ke dalam sistem itu.
Aadhaar diluncurkan pada tahun 2010 sebagai sistem sukarela yang dirancang untuk menangani penipuan bantuan tetapi diperluas untuk dikaitkan dengan hampir setiap aspek kehidupan sehari-hari, termasuk mendapatkan nomor ponsel, rekening bank atau paspor.
Shyam Divan, seorang pengacara yang menentang pembuatan sistem wajib itu, mengatakan Aadhaar "mengubah hubungan antara warga negara dengan negara".
"Sistem ini berusaha untuk membuat setiap penduduk India masuk ke jerat elektronik," kata Divan.
- Dunia Hari Ini: Terpidana Mati Kasus Narkoba Mary Jane Dipulangkan ke Filipina
- Australia Juara Menangkap Pengunjuk Rasa Lingkungan
- Dunia Hari Ini: Assad Buka Suara Lebih dari Seminggu Setelah Digulingkan
- Lima Anggota Bali Nine Sudah Kembali dan Akan Hidup Bebas di Australia
- Dunia Hari Ini: Warga Australia Keracunan Minuman Beralkohol di Fiji
- Sekolah di Australia yang Menutup Program Bahasa Indonesia Terus Bertambah, Ada Apa?