Debat Malu-Malu Kucing
Rabu, 24 Juni 2009 – 19:51 WIB
Debat antarcawapres, Selasa (23/6) di studio SCTV, Senayan City, Jakarta dan ditayangkan secara nasional itu memang belum head to head. Tapi setidaknya rada hangat-hangat kuku, bak kata orang Melayu. Prabowo Subianto, Cawapres PDIP-Gerindra langsung menohok bahwa sistem perekonomian Indonesia belum berubah dibanding zaman Belanda. Kekayaan negeri ini dijarah kolonial Belanda sehingga rakyat menjadi miskin, bahkan setelah 64 tahun kemerdekaan. Wiranto, cawapres pendamping Capres JK sejalan dengan Prabowo, namun mensyaratkan kepemimpinan yang kuat dan berani dalam menciptakan keadilan bagi rakyat dan bermartabat di mata Negara lain. Mantan Menkopolkam ini tidak ingin nasib ibu pertiwi terus menangis, seraya melukiskannya dalam nyanyian…”Kulihat ibu pertiwi..sedang bersusah hati…
Prabowo mengutip bahwa batas garis kemiskinan versi Bank Dunia adalah dengan pendapatan Rp 20.000 sehari. “Dus, tercatat 115 juta penduduk miskin,” katanya, sembari memperlihatkan duit kertas Rp 20 ribu kepada hadirin. Padahal, di kafe-kafe di Jakarta, duit segitu mungkin tak cukup untuk minum secangkir kopi. Nah, jati diri bangsa dalam sesi pertama yang dilontarkan oleh moderator Prof Dr Komarudin Hidayat, menurut Prabowo adalah kemakmuran rakyat, seperti digariskan oleh para pendiri bangsa.
Baca Juga:
Saya semula menduga Boediono akan menangkis wacana Prabowo dengan tinjauan ekonomi. Ternyata, Boediono bicara normatif bahwa jati diri bangsa adalah Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Cawapres pendamping Capres SBY ini memang mem-breakdown-nya, seraya mengutip ucapan Bung Hatta 30 tahun silam, bahwa korupsi telah menjadi budaya di negeri ini. Nah, tekad memberantas korupsi demi pemeritahan yang bersih itulah yang memungkinkan rasa keadilan yang merata, seperti dikehendaki Pancasila.
Baca Juga: