Debat Malu-Malu Kucing
Rabu, 24 Juni 2009 – 19:51 WIB
Barangkali, karena temanya ”Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Bersih serta Menegakkan Supremasi Hukum dan Hak Asasi Manusia” tak mengandung prokontra. Misalkan debat itu mengambil tofik tentang semboyan kampanye para Capres-Cawapres, misalnya mengenai “Lanjutkan” dan “Lebih Cepat Lebih Baik” serta “Ekonomi Kerakyatan”, mungkin akan penuh dengan pencerahan pemikiran.
Malam itu, Capres PDIP-Gerindra Megawati malah bilang “”Semua ngikut saya.” Soalnya, saat Mega berkata bahwa perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri harus dimulai dari dalam negeri, SBY malah ”setuju 200 persen.” JK juga sudah mengerjakannya saat menjabat Menko Kesra di kabinet Mega.
Anehnya, dalam berbagai kesempatan, para Capres-Cawapres saling menyerang. Mulai dari main yoyo, tarin poco-poco, jalan di tempat, hingga saling klaim atas keberhasilan pemerintah, bahkan juga perdebatan tentang neoliberal dan ekonomi kerakyatan.
Penampilan para Capres yang santun dan tidak berani berdebat itu seolah-olah menyiratkan bahwa berbeda pendapat adalah aib. Jika demokrasi dianggap aib, mestinya Pipres tak perlu ada, dan karena itu berbagai alasan tentang etika terasa tak relevan.