Defisit Perdagangan Bisa Kian Lebar
Impor Barang Modal Naik di Triwulan II
jpnn.com - JAKARTA - Defisit neraca dagang pada Januari lalu diperkirakan masih akan berlanjut. Pemerintah pun mulai bersiap menghadapi pelebaran defisit pada triwulan kedua tahun ini.
Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, pelebaran defisit neraca perdagangan memang terjadi secara musiman. Hal itu disebabkan karena banyak pelaku usaha yang memulai aktivitas impor barang modal pada periode tersebut. "Karena itu impor akan naik cukup tinggi," ujarnya kemarin (11/3).
Sebagai gambaran, tahun 2013 lalu defisit sepanjang kuartal kedua memang terlihat paling besar jika dibandingkan dibanding tiga triwulan lainnya. Bahkan, neraca dagang periode April, Mei, dan Juni 2013 mencatat defisit masing-masing USD 1,7 miliar, USD 0,53 miliar, dan USD 0,88 miliar.
Meski demikian, lanjut Chatib, sepanjang triwulan I ini, defisit yang diderita pada Januari diproyeksi sedikit membaik pada Februari dan Maret. Dia menyebut, defisit Januari lebih disebabkan oleh turunnya ekspor komoditas hasil tambang mentah (ore) karena sudah digenjot pada Desember 2013. Yakni, sebelum terbitnya larangan ekspor pada 12 januari 2014.
Chatib menambahkan bahwa pemerintah masih optimistis defisit neraca berjalan atau current account tahun ini akan bisa ditekan ke level 2,5 persen dari produk domestik bruto (PDB). "Pemerintah melalui paket kebijakan fiskal akan terus mendorong ekspor dan mengerem impor untuk memperbaiki defisit," ucapnya.
Senada dengan Chatib, Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, perbaikan neraca dagang sepanjang tahun ini akan ditopang oleh peningkatan ekspor nonmigas ke Amerika Serikat (AS) seiring pulihnya ekonomi Negeri Paman Sam tersebut. "Karena itu, kita optimistis defisit current account tahun ini akan lebih baik dibanding tahun lalu," ujarnya.
Sementara itu, potensi melebarnya defisit neraca dagang pada triwulan II tahun dinilai bakal berimbas pada kebijakan Bank Indonesia (BI) dalam menentukan suku bunga acuan atau BI rate. Ekonom Citibank Helmi Arman menyebut, saat ini, neraca dagang lebih dipandang sebagai faktor utama penentu kebijakan BI rate dibandingkan indikator inflasi.
Menurut dia, defisit neraca dagang Januari 2014 memang lebih disebabkan oleh turunnya ekspor hasil tambang. Karena itu, dia menilai jika dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 13 Maret besok, BI rate diproyeksi masih bertahan di level 7,5 persen. Namun ruang kenaikan BI rate masih terbuka. "Pada triwulan kedua, BI rate kami proyeksi naik 25 basis poin," katanya. (owi/sof)
JAKARTA - Defisit neraca dagang pada Januari lalu diperkirakan masih akan berlanjut. Pemerintah pun mulai bersiap menghadapi pelebaran defisit pada
- Harga Minyak Goreng Meroket, Kemendag Akui Ada Kenaikan
- Hingga Oktober 2024, BSN Tetapkan 15.432 SNI
- Berpengalaman 19 Tahun, Safira Group Wujudkan Hunian Impian di Solo Raya
- Begini Upaya Bea Cukai Memutus Rantai Peredaran Rokok Ilegal di 2 Wilayah Ini
- Fokus Berkelanjutan, LPKR Libatkan Lini Bisnis Kelola Sampah dan Limbah
- Akses Listrik Berkeadilan Dinilai jadi Kunci Ekosistem Kendaraan Listrik