Dekopin: Pengawasan Koperasi Oleh OJK Dalam RUU PPSK Berpotensi Terjadi Tumpang Tindih Regulasi

“Inilah yang sebenarnya menjadikan confuse dan kami mohon ini nanti kata koperasinya dikeluarkan dari kata LKM," sebut Sri Untari.
"Oleh karena itu, LKM biarkan berbentuk LKM, jangan berbentuk koperasi. Karena kalau LKM berbentuk koperasi nanti confuse lagi, dia akan mengambil dana masyarakat, dimasukkan dalam LKM. Kemudian mereka mengatasnamakan koperasi, dan ketika jatuh yang jelek koperasi,” ujar Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Jatim tersebut.
Sri Untara mengaku sudah menemukan perubahan Pasal 44 UU 25/1992 yang dikembangkan menjadi 24 pasal baru dalam draf RUU PPSK terkait Usaha Simpan Pinjam (USP) Koperasi.
Dia menilai hal ini akan menimbulkan permasalahan kedepannya.
Yang memosisikan USP Koperasi sebagai bagian usaha sektor keuangan yang bertransaksi dengan masyarakat. Oleh karena itu, ketentuan ini memuluskan usulan pengawasan KSP oleh OJK.
Ketentuan ini, menurutnya menimbulkan disharmonisasi dengan kewenangan Kementerian Koperasi dan UKM yang tertuang dalam aturan turunan UU Cipta Kerja yakni PP 7/2021.
Kemudian, RUU PPSK mengatur kegiatan USP hanya dilakukan koperasi simpan pinjam sebagai sebuah lembaga.
Padahal, menurut PP 7/2021, USP dapat dilakukan tidak hanya secara kelembagaan, tetapi dapat jadi bagian lain dalam koperasi (serba usaha).
Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) menilai keterlibatan OJK dalam pengawasan koperasi dalam RUU PPSK berpotensi terjadi tumpeng tindih regulasi.
- Jaga Warisan Intelektual Bangsa, Ibas Siap Kawal Regulasi dan Insentif Penulis
- Kasus Minyakita, Kemenkop Cabut NIK Koperasi Produsen yang Diduga Curang
- Perkembangan Industri Rokok Elektrik Perlu diimbangi Edukasi dan Regulasi
- Catat Kinerja Positif di 2024, BCA Life Perkuat Posisi di Industri Asuransi Jiwa
- IASC OJK Selamatkan Rp 128,4 Miliar Dana Masyarakat Korban Penipuan
- Preman Saham