Demi Kredibilitas KPK, Adili Bibit-Chandra
Senin, 11 Oktober 2010 – 13:31 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua DPR dari PDIP, Pramono Anung, termasuk orang yang tidak sepakat dengan ide perlunya Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) baru ataupun deponeering untuk dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto-Chandra M Hamzah. Menurut Pramono, perkara penyalahgunaan kewenangan dan pemerasan yang disangkakan kepada Bibit-Chandra lebih baik diselesaikan di pengadilan saja. "Jangan masuk dalam politisasi, sebab apapun kita mengharapkan lembaga yang kredibel. Saya melihat sekarang ini KPK berada pada persimpangan jalan yang kritis. Tentunya aspek yang paling utama adalah pendekatan hukum, sebab kalu ini menjadi politik maka gugatan ini akan ada, dan tidak berhenti dan menurut saya itu akan membahayakan KPK sendiri, dan ini merupakan catatan yang perlu disikapi oleh pimpinan KPK," ujarnya.
"Yang paling utama itu jangan sampai di luar pengadilan. Karena ini kan negara hukum. Kalau diselesaikan di luar pengadilan seakan-akan menjadi salah, lebih baik diselesaikan di pengadilan," kata Pramono di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (11/10).
Baca Juga:
Menurut Pramono, saat ini KPK berada dalam kondisi kritis setelah MA menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Kejaksaan Agung terkait pembatalan SKPP dalam putusan praperadilan. Karena itu, kata dia, demi kredibilitas KPK maka kasus Bibit-Chandra tidak diselesaikan secara politik.
Baca Juga:
JAKARTA - Wakil Ketua DPR dari PDIP, Pramono Anung, termasuk orang yang tidak sepakat dengan ide perlunya Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan
BERITA TERKAIT
- Jampidum Terapkan RJ pada Kasus Anak Curi Perhiasan Ibu Kandung
- 5 Berita Terpopuler: Hari Guru Nasional, Mendikdasmen Beri 3 Kado, soal Tunjangan ASN dan Honorer Terungkap
- Prediksi Cuaca BMKG, Seluruh Jakarta Diguyur Hujan Siang Ini
- Nilai IKIP Kaltim Meningkat, Masuk Tiga Besar Nasional
- Yorrys Raweyai: DPD Akan Mengawal Proses Pembangunan PIK 2 Tangerang
- BPMK Lanny Jaya Diduga Potong Dana Rp 100 juta dari 354 Kampung