Demi Mutu Saham, Korbankan Mutu Koran
Selasa, 16 Desember 2008 – 08:08 WIB
Kalau masih jalan tradisional yang ditempuh, untuk mengatasi menurunnya kinerja koran, langkah yang diambil adalah memarahi wartawan: mengapa bikin berita tidak menarik. Atau memarahi bagian pemasaran: mengapa penjualan korannya turun. Atau memarahi bagian iklan: tidak becus cari iklan. Atau menyalahkan Tuhan: mengapa menurunkan hujan pagi-pagi yang hanya akan mengganggu peredaran koran. Setidaknya memaki gubernur Jakarta: setiap Jakarta banjir, oplah koran turun drastis!
Membina wartawan, mendidik orang-orang marketing, dan seterusnya adalah pekerjaan yang sulit serta memerlukan waktu lama. Apalagi kalau direksi perusahaan koran tersebut tidak mengerti berita yang baik itu yang bagaimana.
Maka, untuk mengatasi stagnannya performance perusahaan, sang direksi akan cenderung mengambil jalan pintas. Apalagi, jalan itu disediakan oleh sistem kapitalisme pasar modal.
Kalau (seandainya) Jawa Pos sebagai (seandainya) perusahaan publik mengalami situasi (seandainya) kesulitan seperti itu, bisa jadi direksinya mengambil ’’jalan kapitalisme’’ normal berikut ini:
Untuk menaikkan omzet dan aset, langsung saja beli perusahaan lain. Katakanlah beli saja Rakyat Merdeka. Tiga bulan lagi beli Riau Pos. Lalu beli Sumut Pos. Beli lagi Radar Lampung. Beli lagi Pontianak Post dan seterusnya.
KORAN memang diramalkan akan mati. Tidak lama lagi. Bangkrutnya perusahaan koran terkemuka Chicago Tribune pekan lalu seolah memperkuat ramalan itu.
BERITA TERKAIT