Demi Stabilitas Politik, Tunggu Real Count Dari KPU

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Adi Prayitno mengatakan, pihak yang menang versi hitung cepat lembaga survei pada pelaksanaan Pilkada 2018, semestinya tidak melakukan selebrasi politik apa pun, demi stabilitas politik.
Terutama untuk wilayah yang terjadi persaingan perolehan jumlah suara tipis antarpaslon.
"Apalagi daerah dengan selisih suara tipis seperti di Jawa Barat, secara etis lembaga survei maupun pasangan calon tidak berhak mendeklarasikan kemenangan hingga ada keputusan akhir dari KPU," ujar Adi di Jakarta.
Menurut Adi, pada Pilgub Jabar pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu (Asyik) juga mengklaim menang serta menolak keunggulan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum (Rindu) versi hitung cepat sejumlah lembaga.
Kondisi yang terjadi perlu disikapi di mana semua pihak harus mampu menahan diri untuk tidak berebut kemenangan.
"Berbeda konteksnya dengan daerah yang perolehan suaranya terpaut jauh seperti di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara, klaim menang bisa dilakukan. Tentu dengan selebrasi yang tak berlebihan," ucapnya.
Pengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta ini mengatakan, quick count memang bagian partisipasi politik. Untuk mengantisipasi potensi kecurangan dalam proses penghitungan suara di level bawah.
Namun, dalam praktiknya, melaksanakan hitung cepat tak semudah membalik telapak tangan.
KPU berhak memberikan sanksi kepada pihak yang tidak kredibel memberikan data real count pilkada serentak 2018.
- Sampaikan Laporan saat Rapur, Komisi II Punya 10 Catatan soal Evaluasi Pimpinan DKPP
- Banyak Gugatan Hasil Pilkada 2024, Legislator PDIP Kritik Kerja KPU
- Bupati Tasikmalaya Terpilih Ade Didiskualifikasi MK, KPU Jabar Beralasan Begini
- Putusan MK Perintahkan PSU di Boven Digoel, KPU Merasa Sudah Sesuai Aturan
- MK Perintahkan 24 Daerah Gelar PSU, Gus Khozin Sentil KPU: Tak Profesional!
- KPU Banten Akan Kembalikan Sisa Anggaran Pilkada 2024 Sebesar Rp 130 Miliar