Demokrasi, Pemilu dan Bawaslu yang Bermartabat

Oleh: Dr. I Wayan Sudirta, SH., MH. - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan

Demokrasi, Pemilu dan Bawaslu yang Bermartabat
Anggota Komisi III DPR RI DR. I Wayan Sudirta, S.H, M.H. Foto: Ðokumentasi pribadi

a. Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan keputusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengguncang dunia politik Indonesia terkait Pasal 169 huruf q UU Nomor Tahun 2017 tentang Pemilu.

Pasal ini mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), yang semula minimal 40 tahun, berubah menjadi dapat dibawah 40 tahun, asalkan pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah. Hal ini membuat peluang bagi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, yang juga merupakan anak Presiden Joko Widodo untuk berkompetisi di Pilpres 2024 yang kemudian menjadi pasangan Calon Presiden Prabowo Subianto.

b. Pencalonan Caleg koruptor. Mantan narapidana kasus korupsi yang telah menjalani hukuman, kini diperbolehkan mendaftar sebagai calon anggota legislatif DPR RI, DPD RI maupun DPRD pada Pemilu 2024.

Hal ini merupakan dampak dari revisi Undang-Undang Pemilihan Umum yang tidak disebutkan secara khusus larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi untuk mendaftar.

c. Permasalahan netralitas Aparatur Negara sangat berhubungan dengan politik uang untuk pemenangan peserta Pemilu tertentu. Sebagai contoh: Sebanyak 12 Kepala Desa di Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur, menyatakan dukungan kepada salah satu peserta Pemilu (Keterangan Pers Komnas HAM tanggal 21 Februari 2024);

d. Persoalan klasik terkait Daftar Pemilih Tetap (DPT) baik tidak terdaftar maupun belum memperhatikan hak kelompok marjinal-rentan (Keterangan Pers Komnas HAM tanggal 21 Februari 2024);

e. Politisasi bansos dinilai kian masif jelang Pilpres 2024.

f. Pemilihan dan pengangkatan Penjabat (Pj) Kepala Daerah masih belum transparan, akuntabel dan partisipatif (menurut KPPOD tanggal 18 Agustus 2023). Hal ini disinyalir dapat berpengaruh terhadap netralitas Pj yang diangkat.

Pemikiran Hart menjadi penting untuk menjadi variabel dalam melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024 dan demokrasi di Indonesia saat ini.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News