Demokrasi, Pemilu dan Bawaslu yang Bermartabat

Oleh: Dr. I Wayan Sudirta, SH., MH. - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan

Demokrasi, Pemilu dan Bawaslu yang Bermartabat
Anggota Komisi III DPR RI DR. I Wayan Sudirta, S.H, M.H. Foto: Ðokumentasi pribadi

Selanjutnya setelah Pemilu dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024, KPU memanfaatkan Sirekap atau Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik.

Fungsinya membantu sistem rekapitulasi KPU, perhitungan, hasil perhitungan suara dari berjenjang (kabupaten/kota, provinsi) sampai ke pusat dengan cara memasukkan data ke sistem komputer.

Sirekap juga digunakan sebagai alat bantu dalam rangka mendokumentasikan hasil perolehan suara sementara di TPS dan untuk menyampaikan hasil perhitungan suara sementara secara cepat kepada publik.

Permasalahannya penggunaan Sirekap oleh petugas pemilu mulai dari KPPS dan PPK belum jelas betul. Begitu pula aturan mainnya.

Potensi pelanggaran pun muncul ketika ada perbedaan jumlah suara antara yang tersimpan di sistem komputer Sirekap dan formulir C-1. Permasalahan data dalam sistem Sirekap KPU juga rawan penggelembungan suara.

Melihat hal ini, KPU menjadi kurang mendapatkan kepercayaan sepenuhnya dari masyarakat, jika tanpa ada lembaga lainnya yang mengawasi. Lembaga negara yang mengawasi kinerja dari KPU adalah Bawaslu. Bahkan KPU dan Bawaslu mendapatkan pengawasan secara etik dari DKPP.

Bawaslu sampai saat ini sudah menyatakan belum ada temuan yang dapat membatalkan hasil Pemilu 2024 (Keterangan Bawaslu 24 Februari 2024).

Sementara DKPP hanya menyelesaikan permasalahan etik yang tidak dapat berimplikasi langsung secara hukum. Dengan dinamika pemilihan yang sangat tinggi bukannya tidak mungkin berbagai kontroversi dan potensi pelanggaran pemilu dapat menciderai proses demokrasi.

Pemikiran Hart menjadi penting untuk menjadi variabel dalam melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024 dan demokrasi di Indonesia saat ini.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News