Denny Nilai Putusan MK soal Cipta Kerja Hadirkan 4 Ambiguitas, Apa Saja Itu?

jpnn.com, JAKARTA - Ahli hukum tata negara Denny Indrayana menilai ada empat ambiguitas saat Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) inkonstitusional bersyarat.
Ambiguitas pertama, kata dia, MK menyatakan aturan yang dikenal dengan Omnibus Law itu bertentangan dengan UUD 1945.
Namun, MK masih memberi ruang bagi UU Ciptaker berlaku selama dua tahun karena sudah banyak diterbitkan aturan pelaksanaan dan telah pula diimplementasikan.
"Seharusnya, agar tidak ambigu, MK tegas saja membatalkan UU Ciptaker, dan kalaupun ingin memberi ruang perbaikan, itu tidak dapat dijadikan alasan untuk suatu UU yang dinyatakan melanggar konstitusi untuk tetap berlaku," kata Denny dalam keterangan persnya, Jumat (26/11).
Sementara itu, kata dia, ambiguitas kedua berkaitan dengan 12 putusan MK tentang uji materi UU Ciptaker.
Dari 12 putusan yang dibacakan, MK menyatakan sepuluh di antaranya kehilangan objek karena Putusan MK Nomor 91 itu sudah menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat.
"Pertanyaan kritisnya, objek mana yang hilang? Bukankah meskipun menyatakan bertentangan dengan konstitusi, MK masih memberlakukan UU Ciptaker maksimal selama dua tahun," lanjut dia.
Ambiguitas berikutnya, kata Denny, MK terkesan berkompromi ketika memutuskan uji materi tentang UU Ciptaker.
Ahli hukum tata negara Denny Indrayana menilai ada empat ambiguitas saat Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) inkonstitusional bersyarat.
- LPP SURAK Siap Mengawal Keputusan MK Terkait PSU di 24 Daerah
- MK Batalkan Hasil Pilkada Serang, PAN Yakin Ratu-Najib Tetap Menang
- Polda Sumsel Mempertebal Pengamanan PSU Pilkada Empat Lawang
- MK Perintahkan 24 Daerah Gelar PSU, Gus Khozin Sentil KPU: Tak Profesional!
- Buntut Pilkada Kukar Harus Diulang, Arief Puyuono Minta DKPP Pecat Seluruh Anggota KPU
- Meski Kecewa, PAN Siap Menghadapi PSU di Kabupaten Serang