Depan Belakang
Oleh: Dahlan Iskan
Lalu saya bentak istri saya, dalam hati: hayo, siapa ini Shahdan. Anda pernah kawin sebelum dengan saya ya?
Istri saya ketakutan: juga dalam hati. Dia sendiri merasa aneh. Biasanya, kan, saya yang ketakutan. Ternyata Shahdan itu nama kakeknyi. Yang pekerjaannya tukang angkut barang di gerobak dorong. Di Samarinda.
Masa kecil istri memang ikut kakek. Istri saya anak pertama dari 12 bersaudara. Ayahnyi tentara. Pergi terus. Ke medan tugas. Ibunyi urus adik-adiknyi.
Visa Arab Saudi tidak menempel di paspor. Visa itu dikirim lewat email. Maka email itu pun saya minta di-print. Siapa tahu ada masalah di bandara nanti.
Saya pun ke bandara lebih awal. Siap-siap kalau ada masalah. Juga berharap masih ada kursi prangko. Begitu tiba di counter saya sodorkan dua paspor. Juga dua lembar visa>
Tidak ada pertanyaan apa pun. Petugasnya lebih "mengerti" soal beda nama itu. Orang lebih punya perasaan dibanding online. Komputer bekerja berdasar data. Manusia bisa berdasar pengalaman.
Satu-satunya persoalan di check in tinggal itu tadi: kursi prangko.
Untuk jurusan Jakarta ke Abu Dhabi saya dapatkan kursi itu. Tetapi Abu Dhabi ke Jeddah harus pisah. Saya pura-pura marah ke petugas check in. Sekadar agar terlihat oleh istri bahwa saya serius berusaha. Lebih baik marah ke petugas daripada dimarahi istri.