Derita Sopir Taksi Konvensional Ini Bikin Sedih Banget
Dulu, pekerjaan sopir taksi menurut Majid sangat prestisius. Ia bahkan dengan sangat yakinnya bisa membangun rumah dan menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi. “Dulu penghasilan saya menjanjikan,” kenangnya.
Tapi transportasi online itu merenggut apa yang telah dibangga-banggakannya. Pria yang berasal dari Pejeruk Desa ini bahkan tidak tahu harus bagaimana menyikapi persaingan yang sangat melelahkan itu.
“Mau kita sweeping, tapi kita tidak tahu yang mana mobilnya,” sesalnya.
Plat yang digunakan warna hitam, tidak ada baju seragam juga yang menandakan mereka adalah sopir transportasi online.
“Diantara mobil-mobil ini (yang parkir di depan taman Sangkareang), pasti ada salah satunya, tapi yang mana, kami tidak tahu,” cetusnya.
Hanya saja ia mencurigai tiga sampai empat mobil yang parkir di sana beberapa kali membawa penumpang, lalu kembali lagi ke tempat itu. “Dia mondar mandir terus, jangan-jangan ini. Makanya kami curiga,” sesalnya.
Kenapa ia tidak menjadi sopir online juga? Majid terdiam. Lalu tersenyum. Dengan tatapan sinis ia kemudian berujar: “Mau sih mau, tapi kita harus punya mobil dulu baru bisa seperti mereka.”
Bahkan dengan nada suara dongkol ia bertutur tentang kabar yang ia terima dari rekan-rekannya. Saingan mereka tidak hanya orang yang butuh pekerjaan semata.
Para sopir taksi konvensional yang sebelumnya bisa mendapatkan Rp 300 ribu hingga Rp 400 ribu per hari, kini jauh terjun di bawah harapan.
- Pekerja Ekonomi Gig Perlu Memahami Pentingnya Perlindungan Sosial
- Tingkatkan Pelayanan, inDrive Berkomitmen Prioritaskan Aspek Keselamatan
- Tarif Transportasi Online Naik, Pengamat: Pemerintah Perhatikan Kualitas Kendaraan
- Kemenhub Dorong Masyarakat Beralih Gunakan Kendaraan Listrik
- Terinspirasi Transportasi Online, Kerenku Sediakan Layanan Salon di Rumah
- Hasil Survei RISED Tentang Pola Kemitraan Transportasi Online