Desakralisasi Teknologi
jpnn.com - DUA puluh menit persis, saya berbincang efektif dengan Prof Dr Ir M Nuh DEA, Mendikbud RI di kantornya, Jalan Sudirman, kemarin. Dari soal sate kambing kesukaannya, bola basket, mobil Esemka, pesawat Jabiru, motor, perangkat komputer, vaksin H5N1 (flu burung) yang sudah diapresiasi WHO, sampai satelit Nano, yang rencana akan diluncurkan tahun 2013.
Semuanya karya anak negeri yang canggih, berbasis teknologi yang hebat, dan cukup membuat mulut kita membentuk huruf “o”. Pertanyaan saya: “Mengapa tidak diinformasikan secara detail, dan dipromosikan ke publik? Mengapa tidak dikemas yang lebih wow? Ada banyak karya yang lahir dari dunia pendidikan kita yang membuat merinding? Membanggakan? Yang menaikkan confidence sebagai bangsa hebat?” Jawaban khas mantan rektor ITS Surabaya ini: “Habis? Media lebih memilih berita-berita sekolah rusak? Gedung roboh? Lha, kalau maunya sekolah rusak, saya punya stok banyak! Lengkap dengan foto-fotonya lagi? Ada ribuan jumlahnya. Kalau dimuat setahun penuh, 360 hari, di semua halaman, masih belum cukup. Stoknya terlalu banyak, hehe.
” Itulah gaya profesor yang bukan politisi ini. Sekalipun jabatan menteri juga tergolong jabatan politis, dia tetap mengesampingkan aspek pencitraan. Coba kalau Prof M Nuh pelaku politik? Pasti jauh lebih heboh dari yang terjadi ada saat ini. Mobil Esemka itu, kata dia, bukan sesuatu yang baru. Itu adalah proyek yang sudah diimplementasi sejak 2009.
:TERKAIT Baru betul-betul bulat, pada 2013, sudah mencapai 100 persen dan siap take off. Tahun 2012 ini masih harus menjalani proses uji laik, yang dia sebut sebagai proses auditing. Dia ingin membedah satu per satu komponen yang dipasang di mobil Esemka itu. Misalnya, ada 6.000 part. Dari jumlah itu, berapa banyak yang bisa diproduksi sendiri? Berapa yang harus diimpor dari luar? Berapa banyak persentase karya asli anak-anak Esemka? Konsorsium dari ITS, ITB, UGM dan beberapa enginer sedang meneliti itu semua, agar mobil ini saat diproduksi bisa dijamin eksis.
Rupanya, mantan Menkominfo ini sudah memikirkan lebih jauh agar mobil Esemka ini bukan hanya produk instan. Bukan hanya mobil yang heboh karena euforia politis. Mobil yang memiliki masa depan, dan sustainable, dengan proses yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dan, menjadi mobil yang bisa dimasifikasi. Mendikbud menyadari, saat ini Mobil Esemka menemukan momentum. Walikota Solo Joko Wi, cukup pintar menunggang mobil Esemka untuk melaju lebih cepat secara calon Gubernur DKI.
Respons publik pun luar biasa bergemuruh. Mobil Esemka berhasil mengangkat politisi dengan popularitas amat positif. Hampir semua media mengarahkan moncong lensa kameranya ke mobil ini. Topik Esemka menjadi hot news. Pamornya menanjak cepat bak meteor. Publik begitu antusias menyambut cipta karya bocah-bocah SMK. Joko Wi seorang politisi yang boleh diacungi jempol. Bahkan, polling sementara di dua kelurahan di DKI Jakarta, yang dilakukan tim surveyor INDOPOS kemarin, nama Joko Wi mampu membayangi Fauzi Bowo. Seorang walikota di kota Solo yang kecil dan jauh, sekitar 500 kilometer dari ibu kota, mampu menyedot perhatian orang Jakarta.
Kendaraannya Esemka! Mengapa publik langsung merespons positif? Pertama, kata Prof M Nuh, bangsa ini rindu akan karya asli anak bangsa, terutama yang berbasis penguasaan dan penerapan teknologi. Mobil Esemka telah memberi jawaban yang meyakinkan, atas kerinduan itu. Kedua, produk ini mampu membangun kebanggaan dan mendongkrak citra.
Sampai-sampai, politisi yang mengapresiasi kehadiran mobil ini ikut-ikutan terangkat image-nya. Ketiga, ini sekaligus menjadi lokomotif bagi produk SMK yang lain seperti, sepeda motor, laptop, LCD, perkakas industri dan lainnya. Tidak banyak yang tahu bahwa perkembangan SMK itu sudah luar biasa pesat. Bukan hanya itu, produk-produk penelitian dan riset di perguruan tinggi juga banyak yang kuat.
DUA puluh menit persis, saya berbincang efektif dengan Prof Dr Ir M Nuh DEA, Mendikbud RI di kantornya, Jalan Sudirman, kemarin. Dari soal sate kambing
- Batal Didatangi Massa Buruh, Balai Kota DKI Lengang
- Jangan Menunggu Bulan Purnama Menyapa Gulita Malam
- Dua Kali Getarkan Gedung, Bilateral Meeting Jalan Terus
- Agar Abadi, Tetaplah Menjadi Bintang di Langit
- Boris Yeltsin Disimbolkan Bendera, Kruschev Seni Kubisme
- Eskalator Terdalam 80 Meter, Mengusap Mulut Patung Anjing