Di Jatitujuh RNI Terbang Tinggi

Di Jatitujuh RNI Terbang Tinggi
Di Jatitujuh RNI Terbang Tinggi
Tanpa perbaikan manajemen dan tanpa perbaikan manusia, mesin hanyalah binatang yang tidak bernyawa. Seandainya dilakukan revitalisasi mesin pun, belum tentu ada gunanya. Tanpa dilakukan perbaikan manusianya, mesin baru pun akan tiba-tiba menjadi tidak berguna. Sebuah investasi yang sia-sia.

   

"Kasus" Ismed ini mengingatkan saya pada peristiwa 30 tahun lalu. Waktu itu saya sudah menjadi CEO Jawa Pos Group. Suatu malam, seorang bapak datang menemui saya. Dia adalah guru nahwu-sorof (tata bahasa Arab) saya waktu di madrasah aliyah di Takeran, Magetan. Sang bapak dengan penuh ketakutan curhat mengenai anak laki-lakinya yang hari itu diwisuda sebagai sarjana elektro Universitas Gadjah Mada Jogjakarta.

   

Mestinya dia bahagia karena anaknya lulus cum laude dari fakultas teknik yang begitu sulit. Tapi, sang bapak menderita batin. "Besok, kalau anak saya pulang, saya pasti ditangkap Koramil," katanya.

   

Dia tidak ingin anaknya pulang. Sang anak adalah seorang ekstremis gerakan bawah tanah di kalangan mahasiswa UGM. Dia juga aktivis di masjid kampus. Namanya Misbahul Huda.

   

HARI Sabtu yang panas di Jatitujuh, Majalengka. Para penari yang cantik mengabaikan matahari yang sedang terik-teriknya. Seribu pekerja dari 11 pabrik

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News