Di Kampung Teten Masduki Sekolah Roboh, di Kalsel Murid Tinggal Satu, Full Day School?
Jiah berharap, kalau sekolahnya harus ditutup, semua siswa difasilitasi dengan sebaik-baiknya. Termasuk akses untuk menuju sekolah yang baru supaya tidak ada yang putus sekolah. Kekhawatirannya sangat beralasan karena penutupan sekolah gara-gara aktivitas tambang menjadi sesuatu yang ”biasa” di Balangan.
Radar Banjarmasin (Jawa Pos Group) mencatat, hingga saat ini setidaknya sudah ada dua sekolah di Kabupaten Balangan yang ditutup lantaran masuk dalam wilayah operasional perusahaan pertambangan batu bara PT Adaro Indonesia.
Dua sekolah itu adalah SDN Bata dan SDN Sirap 03. Dua sekolah yang berlokasi di Kecamatan Juai tersebut resmi tidak digunakan lagi sejak tahun pelajaran 2015–2016. Penyebab utamanya, ketiadaan murid karena penduduk yang bermukim di sekitarnya sudah tidak tinggal di sana setelah lahan mereka dibebaskan untuk keperluan perluasan wilayah operasional pertambangan PT Adaro Indonesia guna mendukung target produksi dari 45 ke 80 juta ton per tahun.
Berdasar data yang dirilis Dinas Pendidikan (Dispendik) Balangan pada akhir 2014, ada enam sekolah yang masuk dalam perluasan wilayah operasional pertambangan PT Adaro. Yakni SDN Bata dan SDN Sirap 03 yang sudah lebih dulu ditutup, kemudian SDN Sirap 02, SDN Juai, dan SDN Teluk Bayur 03 yang berlokasi di Kecamatan Juai serta SDN Lamida Atas di Kecamatan Paringin, ibu kota Balangan.
SDN Lamida Atas punya cerita sendiri. Tak seperti SD lainnya yang berlokasi di kecamatan, SD yang berada di ibu kota kabupaten itu pun tak luput dari ancaman tergusur oleh pertambangan. Dulu SDN tersebut pernah mengalami masa kejayaan. Itulah saat Perkebunan Inti Rakyat Khusus (Pirsus) II Afdeling Paringin PT Perkebunan Negara (PTPN) Persero berlokasi di dekat lingkungan SDN.
Perusahaan yang masih aktif sebagai salah satu penyumbang produksi karet terbesar di Kalimantan Selatan itu memeskan ribuan karyawannya di sekitar lokasi sekolah.
Ekonomi pun terdampak. Demikian juga pendidikan. Di masanya dulu, ada ratusan anak karyawan dan buruh yang bersekolah di SD itu. Tapi, semua berubah kala Pirsus II Afdeling Paringin PTPN dengan luasan 2.071 hektare tersebut resmi di-take over ke PT Adaro Indonesia 22 Mei 2014.
Ribuan karyawan memilih pulang kampung. Buruh merantau mencari kebun karet lain yang bisa disadap. Tentunya dengan membawa istri beserta anak-anaknya. SDN Lamida Atas pun sekarang hanya menyisakan 27 murid.
WACANA Mendikbud Muhadjir Effendy menerapkan program full day school tampaknya masih jauh panggang dari api. Jangankan siswa menuntut ilmu seharian,
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408