Di Kampung Teten Masduki Sekolah Roboh, di Kalsel Murid Tinggal Satu, Full Day School?

Di Kampung Teten Masduki Sekolah Roboh, di Kalsel Murid Tinggal Satu, Full Day School?
MEMIRISKAN HATI - Salah satu kelas di SDN Lamida Atas yang hanya memiliki satu orang siswa. Dulu, sekolah ini mempunyai siswa ratusan, peralihan lahan ke perusahaan tambang membuat siswa satu persatu pergi. Foto: WAHYUDI/RADAR BANJARMASIN/JPNN.com

Menurut perhitungan Halimah, untuk membangun kembali ruang kelas yang roboh dan memperbaiki ruang di sekitarnya, dibutuhkan biaya sekitar Rp 170 juta. Karena itu, dia berharap anggaran yang tidak terlalu besar tersebut bisa segera dikucurkan. Agar tahun depan siswanya bisa belajar dengan tenang dan nyaman.

Kandang Kambing 

Setali tiga uang, nasib siswa SDN 34 Bram Itam, Kabupaten Tanjung Jabung (Tanjab) Barat, Jambi, juga menyedihkan. Mereka belajar di bangunan yang tak layak disebut gedung sekolah. Lebih tepat disebut kandang kambing.

Berdasar pantauan Jambi Independent (Jawa Pos Group), dinding sekolah itu terbuat dari daun nipah yang disusun tumpang-tindih dan sebagian dari papan. Sedangkan atapnya terbuat dari seng berkarat yang sudah bolong-bolong. Dari jauh, bangunan panggung tersebut mirip kandang ternak.

Meski begitu, sekitar 40 siswa dengan tekun belajar setiap hari di sekolah tersebut. Mereka seolah tak peduli dengan kondisi sekolah yang bentuknya sangat memprihatinkan. Meja dan kursi yang ada juga sudah tua dan rapuh. Begitu pula papan tulisnya.

Menurut Dahanan, 59, salah seorang guru SDN 34 Bram Itam, pihak sekolah sebenarnya sudah berupaya mendapatkan dana perbaikan. Namun, dispendik setempat belum mau memberikan kepeduliannya terhadap kondisi memprihatinkan yang dialami SDN 34 Bram Itam. ”Kami tidak tahu kenapa proposal kami belum disetujui juga,” ujarnya kemarin (9/8).

Dahanan menceritakan, sekolah yang terletak di Kelurahan Bram Itam Kiri itu awalnya dibangun secara swadaya. Masyarakat yang ingin memiliki sekolah di desa mereka sepakat untuk membangun SD pada 2014. Seluruh bahannya mereka upayakan sendiri dengan apa adanya.

Dengan kondisi yang memprihatinkan tersebut, kegiatan belajar-mengajar di sekolah itu tidak bisa berjalan maksimal. Sebab, ketika hujan, ruang kelas sekolah jadi basah karena atapnya bocor. ”Kalau hujan, terkadang kami liburkan. Ruang kelas tidak bisa dipakai,” ungkapnya.

WACANA Mendikbud Muhadjir Effendy menerapkan program full day school tampaknya masih jauh panggang dari api. Jangankan siswa menuntut ilmu seharian,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News