Di Tangan Anak, Mobil jadi Barang Mematikan
Putera saya saat ini usianya sudah 17 tahun. Awalnya dia tetap ngeyel kalau saya beritahu. Saya bilang, bahwa 75 persen kecelakaan itu anak SMA. Selain itu saya juga kasih contoh seperti apa disiplin berkendara di luar negeri terutama di negara-negara maju. Nah setelah saya kasih izin nyetir sendiri, saya tidak melepasnya begitu saja. Misalnya berangkat dari rumah jam berapa, nanti kira-kira sampai di sekolah saya akan hubungi. Demikian juga pulang sekolah atau hendak berangkat ke mana pun. Lama-lama dia sadar apa manfaat di balik hal tersebut. Jadi penting anak di kasih tahu atau dididik sejak dini.
Apakah sistem safety dan security ini sudah terbangun di tengah keluarga-keluarga Indonesia?
Sayangnya banyak yang belum melakukan itu. Padahal sangat penting membangun sistem untuk menanamkan tanggung jawab sejak dini.
Dalam kasus Dul, apakah perceraian Dani-Maia salah satu penyebabnya?
Saya tidak ingin membahas secara spesifik terkait kasus tersebut. Tapi yang pasti saya dapat tunjukkan banyak contoh keluarga broken home, tapi anak-anak tetap dapat menjalani hidup dengan baik. Sementara dari keluarga utuh, justru banyak anak yang menjadi korban karena tidak adanya sistem safety dan security dalam keluarga. Jadi terbangunnya sistem menjadi kunci utama, karena usia pada dasarnya tidak menggambarkan kompetensi mental.
Ada cara lain mengatasi tingginya kasus kecelakaan yang melibatkan anak?
Intinya tetap membangun mental dan tanggungjawab. Contohnya kalau anak masih ugal-ugalan, atau sering tidak menggunakan sabuk pengaman, itu menjadi pertanda kalau ia belum memiliki mental yang baik dalam berkendara. Jadi perlu terus diingatkan. Selain itu orangtua juga jangan sembarangan meletakkan kunci mobil. Apalagi mengizinkan anak berkendara sendiri padahal usianya belum mencukupi. Karena sekali lagi, kendaraan bermotor bisa menjadi alat membunuh kalau berada di tangan yang tidak tepat.
Bagaimana dengan penerapan hukum di Indonesia?