Dianggap Gila, Kini Bikin Industri Kerupuk Mangrove
Selasa, 19 Maret 2013 – 09:04 WIB
Bukan tanpa maksud dia mengorbankan diri bekerja setiap hari demi hutan mangrove. Jumiati dan 12 istri nelayan tersebut memercayai bahwa suatu saat hutan mangrove bisa mengangkat dan memperbaiki perekonomian warga Sei Nagalawan, desa yang kala itu masih dikategorikan miskin oleh pemerintah.
Perempuan berkerudung itu menerangkan, dahulu roda perekonomian Desa Sei Nagalawan sangat buruk. Jumiati dan keluarganya adalah salah satu yang tak terhindar dari kehidupan di garis kemiskinan.
Bahkan, dia mengaku, saat melahirkan bayi pertamanya sebelas tahun lalu, dirinya dan suami, Sutrisno, hanya memiliki duit Rp 3.000. Tak pelak, kelahiran anak sulung yang diberi nama Putri Zona Samudera itu terpaksa melalui jasa dukun.
Pascamelahirkan pun, Jumiati dan suaminya masih dilanda kegundahan karena tidak memiliki uang untuk membeli popok dan pakaian bagi bayi mereka. "Saya terpaksa mengetuk rumah tetangga dan saudara untuk meminta kain atau popok bekas," ungkapnya.
BERKAT kegigihannya berinovasi, Jumiati, warga pesisir pantai Sumatera Utara, mampu menggerakkan perekonomian desa. Dia pun menjadi seorang di antara
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408