Dianggap Gila, Kini Bikin Industri Kerupuk Mangrove
Selasa, 19 Maret 2013 – 09:04 WIB
Tak hanya itu, dodol mangrove tidak bisa bertahan lama. Maksimal hanya sepuluh hari. Sebab, dalam pengolahan, Jumiati tidak menggunakan bahan pengawet. "Kami masih mempertahankan keaslian bahan mangrove-nya."
Kelompok nelayan perempuan bentukan Jumiati terus berkembang, baik kegiatan maupun anggotanya. Jenis olahan mangrove garapan mereka juga terus bertambah tanpa mengurangi fungsi pengendalian lingkungan. Kerupuk ikan teri, kerupuk ikan tongkol, serta teh jeruju bisa menembus pasar dan membantu perekonomian nelayan.
Bahkan, Jumiati dan kelompok nelayannya mampu mengupah tenaga kerja untuk memproduksi kerupuk mulai Rp 10 ribu per hari.
"Saya tidak menyangka, hasil jerih payah saya bersama perempuan nelayan dulu berdampak ekonomis bagi warga," ungkapnya. (*/c5/ari)
BERKAT kegigihannya berinovasi, Jumiati, warga pesisir pantai Sumatera Utara, mampu menggerakkan perekonomian desa. Dia pun menjadi seorang di antara
BERITA TERKAIT
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara