Dikira Dukun karena Pengobatannya Tidak Lazim

Dikira Dukun karena Pengobatannya Tidak Lazim
SANG PELOPOR: Dokter Florentina menunjukkan sertifikat terapi bunga yang diperolehnya. FOTO: Uma Nadhif Kholifatin/Jawa Pos
Bahkan, tak satu pun peralatan kedokteran dan obat-obatan ada di ruang berukuran 3 x 2,5 meter itu. Perabot yang mengisi ruangan juga cukup simpel. Hanya seperangkat meja kursi, rak kecil di sudut ruang, serta sebuah troli untuk pasien.

Spesialisasi dr Floren, begitu dia biasa disapa, memang berbeda dengan dokter yang lain. Dia menganalisis dan mengobati pasien dengan injeksi, infus, tes darah, dan magnetic resonance angiography (MRA) atau teknologi konvensional kedokteran biasanya. Untuk itu, dia memanfaatkan banyak bunga sebagai bahan terapi. Tapi, bukan bunga tujuh rupa seperti yang biasa dipakai paranormal atau dukun.

"Tak ada unsur mistik dalam terapi ini. Saya juga tidak menggunakan sari akar, batang, daun, atau kelopak bunga. Yang saya pakai adalah gelombang elektromagnetik bunga yang dihasilkan dari proses fotosintesis," terang alumnus Ilmu Kedokteran Universitas Atmajaya Jakarta itu.

Itulah yang disebut terapi bunga atau dalam kedokteran dinamai metode phytobiophysic.

Phytobiophysic dikembangkan oleh dr Dianna Mossop asal Amerika. Dia melakukan riset bertahun-tahun sebelum mematenkan temuannya itu.

Metode pengobatan phytobiophysic atau terapi bunga masih asing di telinga masyarakat. Di Indonesia, dr Florentina Riana Wahjuni merupakan orang pertama

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News