Dilarang Bisa Mudik Tetapi di Kota Hidup Merana, Tak Dapat Bantuan Pula

Meski porsi jualannya sudah dikurangi, tetapi masih banyak tahu tek tersisa.
Makanan tersebut terpaksa dibuang atau diberikan kepada orang lain. Hal ini disebabkan lontong dan tahu tidak bisa dijual di kemudian hari.
Selama ini Nasrul bisa bertahan dari uang yang dihutangnya dari paman di desa. Dirinya tidak tahu bisa bertahan hingga kapan di tengah kondisi yang seperti ini. Ia sering terpaksa libur lantaran jualan tahu teknya tidak membawa hasil. Sehari hanya laku tiga hingga empat bungkus.
“Ini saya nggak tahu lagi kalau kondisinya masih seperti ini. Banyak ruginya, yang beli sehari bisa tiga sampai Empat. Kalau di dalam perkampungan laku banyak” tambahnya.
Nasrul merupakan orang rantau dari Lamongan sehingga tidak memungkinkan untuk mendapat bantuan finansial dari pemerintah.
Meski sempat ada bantuan sembako dari RT setempat, tetapi persediaan tersebut sudah habis. Sementara, pilihan untuk kembali ke kampung juga tidak memungkinkan.
“Ini saya bingung apakah dapat bantuan dana atau nggak, saya berharap dapat. Saya rantau bukan asli Surabaya, ini bertahannya gimana. Di sini jualan nggak untung, tapi nggak bisa mudik” keluhnya.
Senada dengan Ahmad Nasrul, Teguh Suryanto, pedagang tempe penyet asal Kota Babat juga mengungkapkan hal yang sama.
Banyak pedagang kecil kebingungan karena sebagai perantau tidak mendapat bantuan pemda setempat.
- Malam Takbiran, PKL di Kota Bandung Bakal Ditertibkan
- Penjual Kopi Kaki Lima Berkembang Usahanya Setelah Gabung PNM Mekaar
- PT KAI Daop 1 Jakarta Menertibkan PKL di Stasiun Pasar Senen
- Gerobak Dorong Kembali Padati Boulevard Artha Gading, Padahal Sudah Ditertibkan Satpol PP
- Pedagang Teras Malioboro 2 Protes: Jogja Tidak Baik-Baik Saja
- APKLI: Digitalisasi Pembayaran Pedagang Kaki Lima Perlu Diakselerasi